Jika dari TPI Kronjo maka jarak ke Pulau Cangkir sekitar 4 km, melewati jalan tanah diperkeras di tepian Sungai Pasilian, mengikuti kelok sungai hingga sampai ke muara dan lalu belok kiri arah ke Barat Daya mengikuti pinggiran pantai bertanggul tumpukan batu penahan abrasi sepanjang 550 meter dimana terdapat dua pos pembayaran berjarak hanya beberapa meter, satu untuk masuk ke lokasi dan yang lainnya untuk parkir. Pengaturan yang aneh, seperti ada dua penguasa di kawasan ini.
Air laut di balik tanggul terlihat keruh dengan ombak kecil, tipikal pantai utara Jawa. Kami lalu belok ke kanan arah ke Utara hingga berhenti 260 meter kemudian di kantung jalan yang berada di kawasan pulau. Jalan setelah belokan terakhir itulah yang merupakan urugan yang menghubungan daratan dengan Pulau Cangkir. Hujan rintik mulai turun, dan genangan air di tanah yang becek membuat saya harus berhati-hati memilih tempat berpijak.
Perkiraan saya keliling Pulau Cangkir ini hanya sekitar 325 meter, diluar jalan urug penghubung dengan daratan yang panjangnya 244 meter. Panjang terjauh dari utara ke selatan pulau ini 116 meter dan terpendek 92 meter, lebar terjauh 90 meter dan terpendek 40 meter. Saat itu beberapa orang ibu-ibu tampak tengah menunggu anaknya bermain di tempat dengan fasilitas yang sangat terbatas dan sederhana. Yang membuat pemandangan jadi menarik adalah karena di latar belakang pantai terlihat jembatan bambu dengan saung di beberapa titik yang digunakan orang untuk memancing ikan laut. Ada dua jembatan bambu seperti ini, satu di sisi utara yang panjang dan satu lagi di sisi sebelah barat yang lebih pendek.
Pantai Pulau Cangkir yang berbatu dan air yang keruh tak menghalangi anak-anak untuk mencebur dengan pakaian seadanya dan bermain air laut yang ombaknya tenang. Adanya tempat penyewaan ban memberi kesenangan tambahan bagi anak yang orang tuanya mau merogoh kocek untuk kesenangan anaknya. Sejumlah perahu nelayan tampak terlihat di cakrawala sana.
Belum ada penataan yang memadai di tepian pantai dimana anak-anak itu bermain air. Bangunan lapak warung dan dagangan, makam, dan sebuah masjid, hampir memenuhi seluruh bagian pulau yang sangat kecil ini, menyisakan sedikit ruang untuk melihat pemandangan laut. Perlu penataan radikal agar pulau ini layak disebut sebagai tempat wisata.
Pangeran Jaga Lautan
Beberapa langkah dari tempat kami parkir terlihat bangunan bertulis "Peziarahan Maqom Waliyullah Pangeran Jaga Lautan". Saat masuk ke dalam bangunan bertiang bambu besar dan beratap rumbia tampak sekumpulan pria, wanita dan anak-anak, tengah menghadap ke arah cungkup makam dengan lubang lengkung rendah bertulis aksara Arab gundul di atasnya. Sebagian peziarah tengah duduk membaca tahlil, dan sebagian lagi tengah berdiri menunggu sesuatu.Hanya sebentar saya di sana melihat suasana, dan lalu melangkah masuk lebih dalam ke arah utara pulau melewati lorong yang dikepung kiri kanannya oleh lapak-lapak penjual pakaian dan macam-macam dagangan lainnya. Suasana sekeliling mulai dari saat memasuki area Pulau Cangkir boleh dibilang tak menarik untuk dilihat, nyaris tak ada penataan dan pengaturan yang bisa mengesankan bahwa ini adalah tempat wisata.
Saya kunjungi juga bangunan makam kedua di Pulau Cangkir Kronjo Tangerang, untuk kubur orang yang sama, yaitu Pangeran Jaga Lautan. Bangunan makam ini terlihat lebih besar dan lebih baik ketimbang bangunan makam yang pertama.
Untuk masuk ke dalam area ini orang harus menjinjing alas kaki karena akan keluar di tempat yang berbeda. Area ini dijaga oleh beberapa orang berpakaian agamis. Entah bagaimana kisahnya sehingga di pulau ini sampai ada dua makam untuk orang sama yang terpisah hanya beberapa puluh langkah.
Jika tokoh yang disebut sebagai Pangeran Jaga Lautan memang benar ada dan dikubur di sana, maka salah satu makam itu tentulah asli dan yang lain palsu, atau mungkin petilasan. Di cungkup yang kedua ini terdapat sebuah gentong besar dengan ornamen warna keemasan, yang konon keramat.
Penduduk setempat percaya bahwa Pangeran Jaga Lautan atau Syekh Waliyuddin adalah putera Maulana Hasanuddin, Sultan Banten pertama, atau cucu dari Sunan Gunung Jati, Cirebon. Mungkin karena dipercaya sebagai anak Sultan Banten dan cucu wali maka ada banyak peziarah yang datang ke Pulau Cangkir untuk membaca tahlil dan mungkin untuk mengalap berkah.
Ada satu yang menarik perhatian saya saat berada di area sekitar pintu keluar makam Pangeran Jaga Lautan yang ada di ujung pulau, yaitu adanya sebuah grup pemusik anak muda yang enak sekali didengar permainannya. Sayang saya tak terpikir untuk meminta mereka mengulang memainkan lagunya dan lalu merekam. Di ujung pulau juga ada area permainan anak-anak sederhana, dikepung deretan sepeda motor parkir.
Pemandangan menarik juga ada pada potongan jalan saat menuju dan meninggalkan Pulau Cangkir, yang sejajar Sungai Pasilian dimana terdapat gerumbul-gerumbul hutan bakau yang menyejukkan pemandangan. Di beberapa titik dibuat semacam dermaga batang bambu yang disewakan buat para pemancing ikan. Sementara di sisi seberangnya terdapat area tambak yang luas, dan ada pula pemancingan berbayar.
Alamat Pantai Pulau Cengkir berada di Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. Lokasi GPS : -6.028921, 106.441383, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sembarang waktu. Harga tiket masuk : Rp 3.500, parkir motor Rp 5.000, mobil Rp 10.000. Peta Wisata Tangerang, Hotel di Tangerang, Tempat Wisata di Tangerang
Label: Banten, Makam, Pantai, Tangerang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.