Ada ketidaksengajaan, atau mungkin setengah jodoh, bahwa kami dapat berkunjung ke Air Tiga Rasa Rejenu Kudus yang nama "resminya" adalah Sendang Petilasan Syekh Sadzali Rejenu. Jodoh setengahnya lagi sayangnya tak kesampaian, lantaran mestinya juga berkunjung ke Air Terjun Monthel yang berjarak hanya sekitar 1,3 km sebelum sendang.
Cerita sebelum ke Air Tiga Rasa Rejenu, berpuluh undakan telah kami turuni dari area Makam Sunan Muria dan lutut mulai tegang serta timbul jemu oleh sebab tak bisa melihat panorama lantaran kiri kanan undakan tertutup lapak. Mau berhenti makan pecel tapi belum lapar. Karenanya saat bertemu jalan simpang dan melihat ojeg di sana, timbul godaan: naik ojeg atau terus jalan kaki menuruni undakan.
Saat menanyakan harga, tukang ojeg memberi tawaran menarik selain pilihan kembali ke parkir kendaraan, ialah membawa kami ke Air Tiga Rasa Rejenu. Kepalang tanggung sudah joged jantung sewaktu ke makam, kami menyetujuinya. Perjalanan ke Rejenu meski lebih jauh dan juga menanjak, namun tak semendebarkan saat ke makam. Jaraknya sekitar 3 km, separuhnya mengarah ke utara, artinya memanjat lereng Gunung Muria.
Pemandangan pada undakan yang hendak kami lewati menuju ke Air Tiga Rasa Rejenu Kudus, sebelum bertemu undakan berikutnya yang berujung ke gapura paduraksa elok bergaya Majapahitan. Meskipun cukup banyak jumlah undakannya namun tak sampai membuat lutut goyah. Lagipula hawa yang sejuk serta pemandangan sekitar membuat perjalanan tak begitu terasa.
Ada pohon besar yang ada di area Air Tiga Rasa Rejenu Kudus yang mestinya sudah berumur hampir seratusan tahun, namun terlihat masih kokoh dan kuat. Bagian tengah pohon diselimuti tanaman rambat rimbun. Pohon ini saya kira akan cukup kuat jika saja di atasnya dibuat rumah pohon kecil dari bambu atau kayu untuk bersantai menikmati hawa dan pemandangan sekitar.
Berharap tak ada orang kota rakus yang datang ke Rejenu, dan tak pula ada penduduk rakus yang membolehkan pohon-pohon tua itu ditebang untuk menghias rumah mewah orang kota itu. Selebihnya akan sangat membantu bagi pejalan jika saja di bawah pohon itu dipasang keterangan mengenai nama pohonnya yang bisa digunakan sebagai oleh-oleh cerita, dan perkiraan usianya.
Pandangan ke arah undakan terakhir yang menuju ke cungkup Makam Syekh Sadzali di atas sana, sementara tanda panah ke kiri adalah arah untuk menuju ke sendang Air Tiga Rasa Rejenu Kudus. Terlihat di atas undakan sana ada sosok beberapa orang yang tengah berjalan turun setelah berziarah.
Di dekat sendang ada tengara nama yang nyaris tak bisa dibaca lantaran sudah terlalu lama terpapar panas dan hujan, dan dibiarkan menggeletak begitu saja. Dua baris bagian atas masih bisa dibaca, yang berbunyi "Sendang Petilasan Syaikh Sadzali Rejenu". Sedangkan baris bagian bawahnya hanya bisa dibaca sepotong-sepotong dan sulit dirangkai maknanya.
Keberadaan sendang di atas bukit seperti ini hanya memungkinkan terjadi ketika lingkungan alam sekelilingnya masih terjaga dengan baik. Bisa pastikan kelestarian sendang terancam jika terjadi perusakan lingkungan di kawasan lereng gunung bagian atas.
Meski area di sekitar sendang terlihat sederhana saja, namun masih ada seorang ibu yang meminta difoto oleh temannya dengan berdiri di dekat lokasi sendang yang ketiga. Sendang itu memang terlihat paling banyak airnya dan paling bening pula isinya dibanding dengan isi kedua sendang yang lainnya.
Pandangan ke arah jalan simpang menurun yang menuju ke area sendang Air Tiga Rasa Rejenu Kudus juga saya potret. Beberapa orang pengunjung tampak tengah berkerumun di sekitar sendang. Sendang itu berada di tempat terbuka tanpa ada penjaganya. Hanya kotak amal besar diletakkan di depan tembok kelilingnya yang kecil dan terbuat dari susunan bata telanjang.
Rasa air ketiga sendang itu konon berbeda-beda, yang pertama agak asam, yang kedua agak pahit dan yang ketiga tawar. Tak saya cicipi rasa ketiga sendang itu, hanya menggunakan airnya untuk mencuci tangan dan membasuh muka. Rasanya dingin dan segar di kulit. Rasa air pada ketiga sendang yang disebut sebagai sendang petilasan Syekh Sadzali itu diduga dipengaruhi oleh jenis pepohonan yang ada di dekatnya. Boleh jadi memang air itu berkhasiat sesuai dengan kandungan getah yang ada pada akar pohon. Ketiga mata air itu konon tak pernah kering meski di musim kemarau. Ini bisa dimaklumi karena masih banyak pohon besar di sekitarnya.
Pandangan pada sendang ketiga yang dibentuk menyerupai tapal kuda sempat saya ambil fotonya, dengan cangkir-cangkir kecil untuk mengambil air. Sendang kedua berada di dekatnya, dan agak jauh di sebelahnya adalah sendang yang pertama. Ketiga sendang yang disebut sebagai sendang petilasan Syekh Sadzali itu letaknya berdekatan itu semuanya berukuran sekecil sendang ini, dikelilingi tembok bata polos. Dulu ada sendang keempat, namun lubang sendang itu konon telah ditutup Syekh Sadzali.
Menurut kabar burung yang datang entah dari mana, jika air dari keempat sendang itu dicampur maka bisa mengabulkan keinginan orang yang meminumnya. Namanya cerita burung, tak apa jika tak mempercayainya. Jika pun memang pernah ada, sendang keempat mungkin ada di antara sendang kedua dan ketiga yang sekarang menjadi gerumbul rumput dan perdu itu.
Lepas dari semua cerita tentang Air Tiga Rasa Rejenu, ada rasa senang melihat banyak pohon besar tinggi dan rimbun di sana. Lingkungan tuanya masih terjaga. Jika berkunjung, karena curah hujan di sana tinggi, baiknya sebelum tengah hari sudah turun ke Colo. Bersiap juga membayar ojeg lebih mahal saat turun, yang harus ditelan lantaran jalan kaki bukan pilihan.
Cerita sebelum ke Air Tiga Rasa Rejenu, berpuluh undakan telah kami turuni dari area Makam Sunan Muria dan lutut mulai tegang serta timbul jemu oleh sebab tak bisa melihat panorama lantaran kiri kanan undakan tertutup lapak. Mau berhenti makan pecel tapi belum lapar. Karenanya saat bertemu jalan simpang dan melihat ojeg di sana, timbul godaan: naik ojeg atau terus jalan kaki menuruni undakan.
Saat menanyakan harga, tukang ojeg memberi tawaran menarik selain pilihan kembali ke parkir kendaraan, ialah membawa kami ke Air Tiga Rasa Rejenu. Kepalang tanggung sudah joged jantung sewaktu ke makam, kami menyetujuinya. Perjalanan ke Rejenu meski lebih jauh dan juga menanjak, namun tak semendebarkan saat ke makam. Jaraknya sekitar 3 km, separuhnya mengarah ke utara, artinya memanjat lereng Gunung Muria.
Pemandangan pada undakan yang hendak kami lewati menuju ke Air Tiga Rasa Rejenu Kudus, sebelum bertemu undakan berikutnya yang berujung ke gapura paduraksa elok bergaya Majapahitan. Meskipun cukup banyak jumlah undakannya namun tak sampai membuat lutut goyah. Lagipula hawa yang sejuk serta pemandangan sekitar membuat perjalanan tak begitu terasa.
Ada pohon besar yang ada di area Air Tiga Rasa Rejenu Kudus yang mestinya sudah berumur hampir seratusan tahun, namun terlihat masih kokoh dan kuat. Bagian tengah pohon diselimuti tanaman rambat rimbun. Pohon ini saya kira akan cukup kuat jika saja di atasnya dibuat rumah pohon kecil dari bambu atau kayu untuk bersantai menikmati hawa dan pemandangan sekitar.
Berharap tak ada orang kota rakus yang datang ke Rejenu, dan tak pula ada penduduk rakus yang membolehkan pohon-pohon tua itu ditebang untuk menghias rumah mewah orang kota itu. Selebihnya akan sangat membantu bagi pejalan jika saja di bawah pohon itu dipasang keterangan mengenai nama pohonnya yang bisa digunakan sebagai oleh-oleh cerita, dan perkiraan usianya.
Pandangan ke arah undakan terakhir yang menuju ke cungkup Makam Syekh Sadzali di atas sana, sementara tanda panah ke kiri adalah arah untuk menuju ke sendang Air Tiga Rasa Rejenu Kudus. Terlihat di atas undakan sana ada sosok beberapa orang yang tengah berjalan turun setelah berziarah.
Di dekat sendang ada tengara nama yang nyaris tak bisa dibaca lantaran sudah terlalu lama terpapar panas dan hujan, dan dibiarkan menggeletak begitu saja. Dua baris bagian atas masih bisa dibaca, yang berbunyi "Sendang Petilasan Syaikh Sadzali Rejenu". Sedangkan baris bagian bawahnya hanya bisa dibaca sepotong-sepotong dan sulit dirangkai maknanya.
Keberadaan sendang di atas bukit seperti ini hanya memungkinkan terjadi ketika lingkungan alam sekelilingnya masih terjaga dengan baik. Bisa pastikan kelestarian sendang terancam jika terjadi perusakan lingkungan di kawasan lereng gunung bagian atas.
Meski area di sekitar sendang terlihat sederhana saja, namun masih ada seorang ibu yang meminta difoto oleh temannya dengan berdiri di dekat lokasi sendang yang ketiga. Sendang itu memang terlihat paling banyak airnya dan paling bening pula isinya dibanding dengan isi kedua sendang yang lainnya.
Pandangan ke arah jalan simpang menurun yang menuju ke area sendang Air Tiga Rasa Rejenu Kudus juga saya potret. Beberapa orang pengunjung tampak tengah berkerumun di sekitar sendang. Sendang itu berada di tempat terbuka tanpa ada penjaganya. Hanya kotak amal besar diletakkan di depan tembok kelilingnya yang kecil dan terbuat dari susunan bata telanjang.
Rasa air ketiga sendang itu konon berbeda-beda, yang pertama agak asam, yang kedua agak pahit dan yang ketiga tawar. Tak saya cicipi rasa ketiga sendang itu, hanya menggunakan airnya untuk mencuci tangan dan membasuh muka. Rasanya dingin dan segar di kulit. Rasa air pada ketiga sendang yang disebut sebagai sendang petilasan Syekh Sadzali itu diduga dipengaruhi oleh jenis pepohonan yang ada di dekatnya. Boleh jadi memang air itu berkhasiat sesuai dengan kandungan getah yang ada pada akar pohon. Ketiga mata air itu konon tak pernah kering meski di musim kemarau. Ini bisa dimaklumi karena masih banyak pohon besar di sekitarnya.
Pandangan pada sendang ketiga yang dibentuk menyerupai tapal kuda sempat saya ambil fotonya, dengan cangkir-cangkir kecil untuk mengambil air. Sendang kedua berada di dekatnya, dan agak jauh di sebelahnya adalah sendang yang pertama. Ketiga sendang yang disebut sebagai sendang petilasan Syekh Sadzali itu letaknya berdekatan itu semuanya berukuran sekecil sendang ini, dikelilingi tembok bata polos. Dulu ada sendang keempat, namun lubang sendang itu konon telah ditutup Syekh Sadzali.
Menurut kabar burung yang datang entah dari mana, jika air dari keempat sendang itu dicampur maka bisa mengabulkan keinginan orang yang meminumnya. Namanya cerita burung, tak apa jika tak mempercayainya. Jika pun memang pernah ada, sendang keempat mungkin ada di antara sendang kedua dan ketiga yang sekarang menjadi gerumbul rumput dan perdu itu.
Lepas dari semua cerita tentang Air Tiga Rasa Rejenu, ada rasa senang melihat banyak pohon besar tinggi dan rimbun di sana. Lingkungan tuanya masih terjaga. Jika berkunjung, karena curah hujan di sana tinggi, baiknya sebelum tengah hari sudah turun ke Colo. Bersiap juga membayar ojeg lebih mahal saat turun, yang harus ditelan lantaran jalan kaki bukan pilihan.
Air Tiga Rasa Rejenu Kudus
Alamat : Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Jam buka sembarang waktu. Lokasi GPS : -6.6512523, 110.9028652, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.