Namun kami masuk dari Jl Kyai Telingsing, sehingga harus turun dari kendaraan dan lanjut dengan jalan kaki, sementara mobil memutar dan masuk lewat akses yang satunya lagi itu. Nama Kyai Telingsing pertama kali saya dengar saat berkunjung ke Masjid Nganguk Wali, yang dibangun oleh para wali dan pengawasannya diserahkan kepada Kyai Telingsing. Sang kyai yang merupakan keturunan Tionghoa itu bernama asli Tee Ling Sing atau The Ling Sing.
Ketika tiba di lokasi, yang tampak pertama kali adalah adanya kompleks kubur yang tak begitu luas, yang rupanya merupakan bagian dari kompleks Makam Kyai Telingsing. Makam sang kyai sendiri berada di dalam bangunan cungkup yang terpisah dari makam lain, dengan halaman lumayan luas. Seorang penduduk membantu kami untuk memberitahu kuncen, namun entah mengapa kuncen tak kunjung datang.
Tampak depan Makam Kyai Telingsing Sunggingan Kudus, sesuai dengan nama pada tengara yang menggantung di sana itu. Di area sebelah kiri adalah kompleks pemakaman yang sepertinya sudah tak bertambah lagi jumlah penghuninya, dan sebelah kanan adalah perumahan penduduk, yang salah satunya adalah rumah dimana kuncen tinggal.
Menurut catatan yang saya baca ada pula makam putera dari Kyai Telingsing di dalam kompleks ini. Namun yang ada di dalam cungkup utama Makam Kyai Telingsing Sunggingan hanya terdapat dua makam. Yang pertama adalah makam sang kyai sendiri, dan satu lagi adalah makam salah seorang muridnya yang bernama Khadam. Entah apa keistimewaan sang murid sehingga bisa berada dalam satu ruangan cungkup kubur yang sama dengan gurunya.
Di belakang cungkup makam ini terdapat pohon tua besar yang tinggi. Hanya saja bagian atasnya sudah dipotong. Mungkin karena khawatir tumbang jika terkena angin besar. Bisa dimaklumi karena banyak rumah penduduk berdiri di sekitar pohon tua itu. Seperti sudah sering saya tulis, adanya pohon tua di dekat makam menjadi semacam legitimasi bagi usia makam.
Jika pohon besar di luar kompleks makam keramat bisa dipastikan tak banyak yang berumur panjang, oleh karena kebutuhan atau adanya tekanan ekonomi untuk menjual batangnya yang berharga sangat mahal, maka umumnya orang segan untuk memotong pohon di dekat makam keramat. Sebabnya adalah sebagai penghormatan kepada si mati, dan bisa pula takut mendapat kutukan atau kesialan dalam hidupnya.
Di dalam cungkup Makam Kyai Telingsing ini masih ada cungkup lagi, yaitu dimana jasad Kyai Telingsing disemayamkan, dengan pintu masuk kayu jati berukirnya. Sementara itu pada lorongnya, merapat pada tembok mengelilingi cungkup terdapat susunan bata telanjang.
Ada sepasang makam di dalam cungkup Makam Kyai Telingsing. Tak ada tengara nama di sana, yang entah memang sejak awal tidak ada atau lenyap karena ditelan waktu. Jika saja ada yang tahu siapa penghuni kedua makam itu, sebaiknya dibuat tengara yang jelas untuk membantu peziarah yang datang.
Ada lagi beberapa makam lain di dalam cungkup itu, setidaknya ada satu makam lagi yang lokasinya terpisah, dan satu makam agak berukuran gendut yang unik, karena hanya separuh badan makam yang terlihat mata, separuhnya lagi berada di dalam tembok. Juga tak ada tengara nama di sana.
Di bagian depan cungkup Makam Kyai Telingsing juga ada tatanan tembok bata lagi. Susunan bata telanjang gaya Majapahitan, yang dipadu dengan lantai keramik, dinding keramik, dan tembok semen sebenarnya merupakan kombinasi yang aneh dan tak begitu nyambung.
Begitupun masih ada bagusnya, karena bata telanjang itu tetap dipertahankan, tak dibuang. Hanya saja akan lebih elok jika semua menggunakan bata telanjang, meski direkat dengan semen, dan divernis. Setidaknya tembok bagian dalam, jika pun bagian luar disemen agar lebih tahan cuaca.
Cungkup Makam Kyai Telingsing berada di ujung samping kompleks kubur. Semua kubur yang ada di luar itu terbuat dari susunan bata merah, sehingga memberi kesan tersendiri, meski semuanya dibuat dalam bentuk yang sederhana. Tak jelas apakah masih ada yang mengenali siapa yang dikubur di sana, karena tak terlihat ada tengara nama.
Konon Kyai Telingsing adalah putera dari Sunan Sungging, seorang keturunan Arab yang sempat mukim di Kudus namun kemudian pergi ke Tiongkok untuk berdakwah. Di sana beliau menikahi seorang perempuan Tionghoa, melahirkan putera yang diberi nama Tee Ling Sing atau The Ling Sing. Sebuah sumber menyebut bahwa beliau lahir di Yunan pada 1478.
Atas saran sang ayah, pada usia sekitar 17 tahun Tee Ling Sing pergi ke Jawa dan mukim di Kudus untuk berdakwah di sana, terhitung sejak tahun 1495 hingga wafatnya pada 1548 dalam usia 70 tahun. Ia kemudian lebih dikenal sebagai Kyai Telingsing. Sunan Kudus disebut-sebut sebagai muridnya, dan keduanya bekerja sama dalam melakukan dakwah ke masyarakat yang ketika itu masih banyak yang menganut kepercayaan Hindu dan Buddha.
Cukup lama kami duduk, dan berputar-putar di dalam dan di luar cungkup, namun kuncen belum juga datang. Akhirnya kami masuk gang menurut petunjuk arah yang diberikan oleh seorang penduduk, dan berhasil menemukan rumah kuncen. Sayangnya beberapa kali mengetuk pintu rumah, tak ada orang yang menyahut. Entah sedang pergi kemana semua penghuni rumahnya.
Makam Kyai Telingsing Sunggingan Kudus
Alamat : Desa Sunggingan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Lokasi GPS : -6.8103857,110.8338895, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : tergantung keberadaan kuncen. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Label: Jawa Tengah, Kudus, Makam, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.