Jarak dari mulut gang hingga ke pelataran masjid sekitar 100 meter. Langit bersih, dan karena menghadap ke arah timur, sebagaimana kebanyakan masjid di negeri ini, maka tak ada halangan ketika mengambil foto depan masjid. Hanya saja saat itu rupanya sedang ada pekerjaan perbaikan, sehingga ada material yang mengganggu pemandangan.
Di halaman masjid yang cukup luas itu ada beberapa orang yang tengah berbincang. Saya pun memberi salam dan berjabat tangan. Salah seorang diantara mereka, meski mengaku bukan pengurus masjid, belakangan memandu saya masuk ke dalam masjid dan memperlihatkan bagian-bagian masjid yang boleh jadi akan terlewat jika saja saya masuk sendiri.
Salah satu yang membuat Masjid Nganguk Wali kini lebih menarik untuk dikunjungi adalah dinding tembok luar dan gapura paduraksa yang memisahkan pelataran luar dengan pelataran dalam yang lebih tinggi, dihubungkan sejumlah undakan. Pada lubang gapura terdapat struktur kayu yang diukir indah. Gapura ini belum lama dibuat, untuk mengembalikan ke bentuk bangunan aslinya.
Serambi masjid juga lebih tinggi dari pelataran yang berada di dalamnya. Diantara gapura dan serambi Masjid Nganguk Wali Kudus terdapat struktur atap berbentuk bulat dengan bentuk kubah di atasnya. Ada pula huruf Arab berupa petikan ayat di sekililing dudukan kubah, dan huruf "Allah" di puncaknya.
Kombinasi gaya bangunan gapura dan kubah di Masjid Nganguk Wali Kudus itu dalam pandangan subyektif saya terasa kurang pas, ada kesan bertabrakan. Mungkin akan sedikit membantu jika kubahnya dibuat juga dengan model susunan bata telanjang, atau diganti dengan atap tajug bernuansa tradisional.
Pada blandar masjid terdapat tulisan yang berasal dari ajaran Kyai Telingsing, yaitu sholat sacolo saloho donga sampurna atau shalat adalah sebagai do’a yang sempurna, serta ada pula tulisan berbunyi lenggahing panggenan tersetihing ngaji yang bermakna menempatkan diri pada yang benar, suci dan terpuji.
Serambi dan ruang utama Masjid Nganguk Wali Kudus dipisahkan oleh lima pasang pintu kayu jati bergaya gebyok dengan ukiran sangat halus, detail, dan indah. Di ujung kiri ada jam lemari, dan di ujung kanan jam istiwa yang menunjuk waktu masuk shalat. Sepasang pintu utama di tengah merupakan blok kayu padat yang berukir di pinggirannya.
Sedangkan keempat pasang pintu lainnya yang ada di kiri kanan memiliki kisi-kisi kayu pada separuh bagian atasnya. Lantai ruang dalam dibuat seundakan lebih tinggi dari lantai serambi. Lelangit serambi yang dibeton penuh memberi kesan sempit dan kurang ramah, meskipun pilar-pilar tiang betonnya yang dilapis kayu cukup tinggi.
Sebuah bedug dan kentongan menggantung pada dudukan berwarna hijau di serambi ini, replika buatan tahun 1955 yang telah rusak. Meskipun polos namun bedug dan kentong terlihat cukup baik, hanya dudukan tiang baiknya diganti kayu ukir artistik yang lebih kokoh dan dipelitur agar serasi dengan pilar masjid, atau dibuat sama dengan warna bedung dan kentongannya.
Puncak ruang tengah berupa limasan tumpang sebagai sumber cahaya dan udara. Pria yang menemani saya menyebut masjid berukuran 25x20 meter ini ada kaitannya dengan Kyai Telingsing. Sang kyai adalah seorang keturunan Tionghoa yang bernama asli The Ling Sing (ada yang menyebutnya Tan Ling Sing dan Tee Ling Sing). Lidah Jawa merubahnya menjadi Telingsing.
Ruang utama Masjid Nganguk Wali Kudus pada arah ke mihrab ada ruang imam dan mimbar berada dalam satu ruangan. Mimbar kayu jatinya meski tak begitu besar namun juga dihias dengan ukir rumit yang indah. Pada dinding kiri kanannya terdapat jendela kayu jati ukir.
Sebagaimana kebanyakan masjid, hanya tiga shaf pertama yang dilapis karpet sajadah. Berbeda dengan serambinya, ruang utama masjid ini terasa lega oleh karena lelangitnya yang tinggi, disangga pilar sokoguru di bagian tengahnya. Saya duga pilar itu hanya dilapis kayu jati di bagian luarnya, sedangkan bagian dalamnya berupa beton cor yang kuat.
Saya sempat di ajak naik ke lantai beton paling atas, dengan pemandangan unik yang terlihat di sana. Atap limasan tumpang susun masih tetap dipertahankan sesuai kondisi asli namun kini ada di tengah hamparan beton. Salah satu dari setidaknya enam menara pendek terlihat di pada foto yang saya ambil di sana. Masjid ini tidak memiliki menara tinggi, entah nanti.
Mustaka elok di puncak atap limasan dipercayai masih asli, dan mengandung candra sangkala yang dibaca 1405 Saka atau 1483 Masehi. Disebut sebagai Masjid Nganguk Wali, karena konon masjid ini didirikan oleh para wali yang pengawasannya kemudian diserahkan kepada Kyai Telingsing. Masjid ini telah mengalami sejumlah perubahan hingga berbentuk seperti sekarang.
Dari lantai atas saya kemudian dibawa ke sumur tua yang merupakan salah satu dari tiga bagian masjid yang masih asli, selain mustaka dan ruang utama masjid. Air sumur yang kini disedot dengan pompa listrik itu ditampung di jemblok (tempat penampungan air wudlu) dengan sebuah sumur kecil yang tak begitu dalam di bagian tengahnya.
Masjid Nganguk Wali Kudus
Alamat : Dukuh Nganguk Wali, Desa Kramat, Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -6.808359, 110.8470109, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Label: Jawa Tengah, Kudus, Masjid, Wali, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.