Waktu memang sering sangat kejam. Istana semegah apa pun bisa dimakan waktu dan berubah menjadi bangunan bobrok yang terlihat sangat mengenaskan. Waktu pula yang merubah orang tampan nan gagah perkasa dan cantik gemulai menjadi sosok rapuh dan peyot. Namun waktu pula yang selalu melahirkan kemegahan baru dan manusia-manusia baru yang lebih gagah dan lebih memikat.
Kesadaran akan kefanaan benda seperti Rumah Pek Sin Kek Sawahlunto tak berarti bahwa percuma untuk membangun peradaban karena toh pada suatu ketika akan hancur juga, namun lebih agar orang tak terlalu memuja dan mencintai lebih dari yang sewajarnya. Bahwa dunia akan selalu ada dalam keseimbangan akan membuat orang memiliki perspektif yang luas dalam melihat segala sesuatu.
Tampak depan Rumah Pek Sin Kek Sawahlunto yang lokasinya berada di Jl. Ahmad Yani 292, di jalanan yang cukup sibuk karena dekat dengan Pasar Remaja Sawahlunto, atau sekitar 65 meter dari Gedung Pegadaian arah ke utara.
Pada jaman kolonial Belanda, daerah di sekitar rumah Pek Sin Kek ini dulu dikenal dengan nama Kampung Tionghoa. Setelah Indonesia merdeka, namanya sempat berubah menjadi Jalan Pasar Usang, kemudian diganti lagi menjadi Jl. Pasar Remaja, sebelum akhirnya dirubah menjadi Jl.A. Yani.
Saya bertemu dengan Sudarma yang waktu itu berusia 71 tahun dan memperkenalkan diri sebagai menantu Pek Sin Kek. Ia tinggal di rumah itu sejak tahun 1970. Menurutnya, Pek Sin Kek menyewa rumah itu dari Haji Thaher pada 1950, dan membuka toko makanan minuman Jumo, yang terbesar di Kota Sawahlunto ketika itu.
Papan penanda di dinding depan yang terlihat pada foto menyebutkan bahwa Rumah Pek Sin Kek dibangun pada tahun 1906, dan pernah digunakan sebagai Gedung Teater, Tempat Perhimpunan Masyarakat Melayu, dan sebagai Pabrik Es. Saat papan itu dibuat dan dipasang, Rumah Pek Sin Kek sedang digunakan sebagai Toko Suvenir.
Ornamen lengkung yang dibuat dari pasangan bata di atas kusen pintu, dengan warna merah khas, yang masih terlihat dalam kondisi baik, tidak sebagaimana dinding bangunan luarnya yang telah mulai pudar. Lantaran melihat tulisan arab yang berbunyi "Assalamu'alaikum', saya pun bertanya mengapa ada tulisan itu.
Pak Sudarma menjelaskan bahwa ia sekeluarga telah masuk Islam sejak 15 tahun lalu. Anaknya bahkan ikut MTQ sampai tingkat kota madya. Isterinya yang berusia setahun lebih tua, telah lebih dahulu meninggal pada tahun lalu. Menurut penuturannya, pabrik es tutup setelah pasokan listrik diambil alih oleh PLN yang membuat ongkos produksinya menjadi mahal.
Langit-langit Rumah Pek Sin Kek yang dibuat dari kayu ulin, yang juga digunakan sebagai dudukan rel kereta api. Meski kayu ulin dari hutan tua jaman dulu terbilang kuat namun tetap tak bisa mengalahkan waktu, sehingga di beberapa bagian terlihat sudah ada yang rusak.
Peradaban yang dibangun menggunakan bahan kayu memang cenderung berumur lebih pendek dibanding peradaban yang dibangun dengan batu bata telanjang dan batu gunung seperti pada candi. Di negeri yang dikelilingi laut, gunung berapi dan rawan gempa ini peradaban yang dibangun selama ratusan tahun dengan bahan sekuat apa pun bisa rusak dalam sekejap.
Di Rumah Pek Sin Kek ini, keluarga Sudarma menjual kue bolu lezat, yang dihargainya Rp.35.000 - Rp.38.000, bergantung jenisnya. Jika mereka masih jualan, harganya mungkin sekarang sudah 50 ribuan atau lebih, dan mudah-mudahan pula Sudarma masih sehat dan diberi umur panjang.
Rumah Pek Sin Kek Sawahlunto
Alamat: Jl. Ahmad Yani 292, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Lokasi GPS : -0.68218, 100.77760, Waze. Rujukan : Hotel di Sawahlunto, Peta Wisata Sawahlunto, Tempat Wisata di Sawahlunto.Label: Sawahlunto, Sumatera Barat
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.