Saya perlu menunggu beberapa saat di tepi jalan untuk dapat menyeberang lantaran lalu lintas lumayan sibuk sore hari itu. Akhirnya ada juga jeda ruang kosong sedikit untuk saya bisa berlari menyeberang jalan dan mendekati lokasi dimana patung itu berada.
Setelah melihat patung dari dekat dan melihat prasasti serta tengara lain yang ada di sekitar patung, barulah saya tahu bahwa nama resmi patung itu adalah Monumen Mayor Achmadi, sebagai penghargaan bagi sang pejuang yang pernah menjadi Komandan Ex TP/TNI Detasemen II Brigade 17 Surakarta.
Kompleks Monumen Mayor Achmadi terdiri dari Patung Mayor Achmadi setinggi 8 meter, sebuah prasasti dan tengara, beberapa relief pada tembok di bawah patung yang berisi kisah heroik perjuangan Mayor Achmadi, serta taman yang cukup luas.
Peletakan batu pertama untuk pembangunan Monumen Mayor Achmadi dilakukan pada tanggal 27 Maret 2010, dan monumen diresmikan pada 7 Agustus 2010 oleh Panglima TNI Jend TNI Djoko Santoso dan Walikota Surakarta Ir H Joko Widodo (Jokowi).
Mayor Achmadi pada patung itu digambarkan pada posisi berdiri tegap, berseragam, mata memandang lurus ke depan, tangan kiri memegang sebuah buku, dan tangan kanan ada pada pestol. Sebuah emblem tersemat pada pecinya, dan pada pundaknya terdapat tanda-tanda kepangkatan. Prasasti peresmian Monumen Mayor Achmadi yang ditandatangani oleh Panglima TNI Jend TNI Djoko Santoso dan Walikota Surakarta Ir H Joko Widodo. Kelak, dalam dua kali kontestasi pemilihan presiden RI, Djoko Santoso yang wafat pada wafat pada 10 Mei 2020, berada di kubu yang berlawanan dengan Jokowi. Namun sebagaimana diucapkan oleh Jokowi kepada wartawan setelah pemberian tanda jasa kepada Fadli Zon dan Fahri Hamzah, bahwa berbeda pilihan politik itu biasa, dan bukan berarti bermusuhan sebagai anak bangsa. Mereka tetap berteman baik, karena sama-sama bertujuan untuk membangun bangsa dan negara. Mayor Achmadi dilahirkan di Ngrambe, Kabupaten Ngawi, pada 5 Juni 1927. Dalam karir kemiliterannya ia pernah menjadi Komandan Laskar Kere, Komandan Tentara Pelajar (TP) Kompi 120 Batalyon 100, Komandan Tentara Datasemen II Brigade 17 Surakarta, dan Komandan SWK Arjuna 106 dalam Serangan Umum Surakarta yang berlangsung pada 7 -10 Agustus 1949.
https://www.aroengbinang.com/p/foto-monumen-mayor-achmadi.html Dua diantara 3 relief Monumen Mayor Achmadi Solo yang berada di bahwa patung. Tak jelas apa saja yang coba diceritakan oleh relief ini, namun tentu terkait perjuangan dalam meraih kemerdekaan NKRI.
Dalam relief itu beberapa orang bersenjata tampak tengah berbaris, dengan para pengungsi berjalan di belakangnya. Ada dua orang yang tengah berbincang seperti sedang merundingkan sesuati, lalu ada orang bertemu dan saling mengepalkan tangan meninju udara dan mungkin sama-sama memekikkan mantra perjuangan "Merdeka!!!".
Ada relief lainnya yang menggambarkan suasana pertempuran di sebuah desa. Ada ledakan granat atau mortir di dekat sebuah tank yang bersebelahan dengan kendaraan militer yang telah ringsek. Lima tentara tampak tengah berunding di bagian tengah, dan di paling kanan para tentara pejuang tengah meneriakkan sesuatu, mungkin juga yel-yel kemerdekaan untuk memompa semangat tempur.
Serangan Umum Surakarta dilakukan oleh Detasemen II Brigade 17 Surakarta yang dipimpin oleh Mayor Achmadi terhadap tentara pendudukan Belanda di Kota Solo. Serangan dari empat penjuru Kota Solo dilakukan secara serentak dan bergelombang dari Rayon I Polokarto dibawah pimpinan Suhendro, Rayon II dibawah Sumarto, Rayon III dibawah Prakosa, Rayon IV dibawah A Latif, dan Rayon Kota dibawah pimpinan Hartono. Slamet Riyadi yang memimpin pasukan Brigade V/Panembahan Senopati ikut membantu menjelang pertengahan pertempuran.
Pada saat kedatangan saya di sana ada seorang ibu dengan dua anaknya yang masih kecil terlihat tengah bermain di area taman Monumen Mayor Achmadi Solo. Entah mereka tunawisma, ataukah warga setempat yang tengah menikmati suasana taman di sekitar monumen. Hampir tak ada pejalan kaki lewat di sekitar jalan ini, setidaknya begitulah yang saya amati selama berada di tempat itu.
Hanya pengendara motor dan mobil yang berlalu lalang nyaris tak henti, dan sedikit diantara mereka yang memperhatikan keberadaan monumen. Seringkali patung dan monumen seperti ini memang hanya menjadi hiasan kota yang penting untuk dibuat sebagai peringatan atau kenangan, diresmikan oleh pejabat dengan sebuah upacara meriah, dan kemudian ada di sana untuk dilupakan.
Gagalnya Tentara Kerajaan Belanda mempertahan Kota Solo dalam pertempuran empat hari itu dipercayai menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda terhadap kinerja tentaranya, dan membuat perdana menteri Drees akhirnya mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum menghadiri Konferensi Meja Bundar.
Monumen Mayor Achmadi
Alamat : Simpang Lima Margoyudan. Kelurahan Stabelan, Kecamatan Banjarsari. Solo, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -7.55888, 110.82830, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.