Kali kedua kami lewat di depan gerbang nDalem Kalitan Solo, saya meminta Pak Jum untuk memutar kendaraan dan kemudian berhenti di halaman parkir nDalem Kalitan yang lumayan luas. Di sebelah kiri halaman parkir ada sebuah mushola yang tampak disediakan khusus buat para pengunjung rumah keluarga mantan Presiden Soeharto ini.
Nama nDalem Kalitan sering disebut pada jaman Soeharto berkuasa, lantaran keluarganya cukup sering datang ke tempat ini. Itu sedikit banyak berpengaruh dalam menumbuhkan rasa penasaran mengenai bangunan yang sampai saat itu tidak jelas apa boleh dikunjungi atau tidak. Namun adanya tempat parkir luas, mushola, dan gerbang yang terbuka, membuat keisengan untuk coba-coba pun timbul.
Gerbang memang terbuka dan tidak dijaga, namun ada pos keamanan di sebelah kiri gerbang, dimana saya diterima petugas jaga. Untuk berkunjung saya diminta meninggalkan KTP, dan setelah itu ia mempersilahkan kami menuju ke pendopo. Di pendopo sudah menunggu seorang bapak bernama Mudiono yang mengantar kami masuk ke dalam melewati pendopo dengan bertelanjang kaki. NDalem Kalitan ternyata terbuka untuk umum.
Pandangan samping ke arah nDalem Kalitan Solo dilihat dari lokasi yang berada beberapa langkah setelah gerbang masuk, memperlihatkan sebuah bangunan cukup besar beratap limasan tumpang khas Jawa. Halaman bangunan bergaya keraton ini sangat luas dengan banyak tanaman perdu dan pepohonan rimbun yang semuanya tampak bersih dan terawat rapih.
Sewaktu meninggal, jasad Ibu Tien sempat disemayamkan di nDalem Kalitan terlebih dahulu sambil menunggu persiapan selesai semuanya, sebelum kemudian dibawa dan disemayamkan di Astana Giribangun. Sedangkan ketika Pak Harto wafat, jenazahnya tidak lagi disemayamkan di tempat ini namun langsung dibawa ke pemakaman Giribangun.
Bagian pendopo yang terbuka di keempat sisinya ditopang empat saka guru dan tiang-tiang pendukung lainnya. Dua buah lampu kristal agak berjauhan menggantung di langit-langit pendopo. Pendopo ini kosong, hanya diisi deret kursi lipat biasa di sisi sebelah kiri.
Di ujung pendopo terdapat pintu masuk kayu jati berukir elok dengan empat daun pintu, diapit foto Soeharto di sebelah kanan dan Tien Soeharto di sebelah kiri. Pada tembok bangunan utama juga terdapat satu jendela dan satu pintu butulan, masing-masing di sisi kiri kanan tembok.
Melangkah masuk ke dalam ruang utama yang luas terbuka, hanya disangga oleh empat saka guru berukir elok, mata langsung tertuju pada dinding gebyok kayu jati yang menjadi bagian fisik paling menonjol dan mengesankan di ruang ini.
Tempat tidur di balik gebyok tertutup oleh foto Soeharto sepuh yang mengenakan seragam militer jenderal bintang lima, lengkap dengan tanda-tanda kebesarannya, diapit bendera Merah Putih dan bendera Mangkunegara III yang berisi semboyan "Surya Sumunar".
Di sebelah bendera terdapat koleksi pin serta cindera mata dari para tamu. Sedangkan di sisi lainnya terdapat foto Tien Soeharto berukuran besar. Karpet hanya ada di bagian tengah, yang dibatasi oleh keempat saka guru. Ada pula patung Loro Blonyo, serta beberapa buah bokor kuningan yang mungkin diisi bunga sedap malam ketika pemilik atau keluarganya datang mampir. Di latar depan adalah meja kayu jati panjang berukir yang dilapis kaca di atasnya sehingga terlihat mengkilap.
Di pinggir ruangan, di dalam relung, ada sebuah amben kayu jati yang ditutupi kain beludru berwarna kuning, dan bantal-bantal bertutup kain bermotif ombak dengan warna dominan merah, putih, hijau dan biru. Bokor dan tempat wewangian tampak berderet di bawah amben. Menurut penuturan Mudiono yang telah mengabdi di nDalem Kalitan sejak 1983, bangunan ini dibeli oleh keluarga Kanjeng Pangeran Sumoharyomo, orang tua Ibu Tien, pada 1966 dan pada 1967 keluarga pindah ke sini.
Sebelumnya, pesanggrahan yang dibangun 1789 ini milik Paku Buwono X yang dihibahkan ke putranya, Kanjeng Gusti Ratu Alit, sehingga disebut nDalem Kalitan. Masih menurut Mudiono, kebanyakan keluarga mantan presiden Soeharto kalau akan nyekar ke Giribangun biasanya mampir dulu ke NDalem Kalitan. Malam sekitar jam 10 baru nyekar sampai subuh agar tak mengganggu peziarah.
Luas area nDalem kalitan ini 1 hektar, dan bangunannya masih asli dari jaman PB X. Hanya saja jika dulu warna dominannya adalah hijau pupus, warna mangkunegaran, kini warna itu telah diganti dengan warna plitur yang dominan. Warna khas Mangkunageran masih dipertahankan pada langit-langit ruangan. Bagian lain yang berubah adalah penutup atap yang sebelumnya sirap telah diganti bermis sejak 1993.
Nama nDalem Kalitan sering disebut pada jaman Soeharto berkuasa, lantaran keluarganya cukup sering datang ke tempat ini. Itu sedikit banyak berpengaruh dalam menumbuhkan rasa penasaran mengenai bangunan yang sampai saat itu tidak jelas apa boleh dikunjungi atau tidak. Namun adanya tempat parkir luas, mushola, dan gerbang yang terbuka, membuat keisengan untuk coba-coba pun timbul.
Gerbang memang terbuka dan tidak dijaga, namun ada pos keamanan di sebelah kiri gerbang, dimana saya diterima petugas jaga. Untuk berkunjung saya diminta meninggalkan KTP, dan setelah itu ia mempersilahkan kami menuju ke pendopo. Di pendopo sudah menunggu seorang bapak bernama Mudiono yang mengantar kami masuk ke dalam melewati pendopo dengan bertelanjang kaki. NDalem Kalitan ternyata terbuka untuk umum.
Pandangan samping ke arah nDalem Kalitan Solo dilihat dari lokasi yang berada beberapa langkah setelah gerbang masuk, memperlihatkan sebuah bangunan cukup besar beratap limasan tumpang khas Jawa. Halaman bangunan bergaya keraton ini sangat luas dengan banyak tanaman perdu dan pepohonan rimbun yang semuanya tampak bersih dan terawat rapih.
Sewaktu meninggal, jasad Ibu Tien sempat disemayamkan di nDalem Kalitan terlebih dahulu sambil menunggu persiapan selesai semuanya, sebelum kemudian dibawa dan disemayamkan di Astana Giribangun. Sedangkan ketika Pak Harto wafat, jenazahnya tidak lagi disemayamkan di tempat ini namun langsung dibawa ke pemakaman Giribangun.
Bagian pendopo yang terbuka di keempat sisinya ditopang empat saka guru dan tiang-tiang pendukung lainnya. Dua buah lampu kristal agak berjauhan menggantung di langit-langit pendopo. Pendopo ini kosong, hanya diisi deret kursi lipat biasa di sisi sebelah kiri.
Di ujung pendopo terdapat pintu masuk kayu jati berukir elok dengan empat daun pintu, diapit foto Soeharto di sebelah kanan dan Tien Soeharto di sebelah kiri. Pada tembok bangunan utama juga terdapat satu jendela dan satu pintu butulan, masing-masing di sisi kiri kanan tembok.
Melangkah masuk ke dalam ruang utama yang luas terbuka, hanya disangga oleh empat saka guru berukir elok, mata langsung tertuju pada dinding gebyok kayu jati yang menjadi bagian fisik paling menonjol dan mengesankan di ruang ini.
Tempat tidur di balik gebyok tertutup oleh foto Soeharto sepuh yang mengenakan seragam militer jenderal bintang lima, lengkap dengan tanda-tanda kebesarannya, diapit bendera Merah Putih dan bendera Mangkunegara III yang berisi semboyan "Surya Sumunar".
Di sebelah bendera terdapat koleksi pin serta cindera mata dari para tamu. Sedangkan di sisi lainnya terdapat foto Tien Soeharto berukuran besar. Karpet hanya ada di bagian tengah, yang dibatasi oleh keempat saka guru. Ada pula patung Loro Blonyo, serta beberapa buah bokor kuningan yang mungkin diisi bunga sedap malam ketika pemilik atau keluarganya datang mampir. Di latar depan adalah meja kayu jati panjang berukir yang dilapis kaca di atasnya sehingga terlihat mengkilap.
Di pinggir ruangan, di dalam relung, ada sebuah amben kayu jati yang ditutupi kain beludru berwarna kuning, dan bantal-bantal bertutup kain bermotif ombak dengan warna dominan merah, putih, hijau dan biru. Bokor dan tempat wewangian tampak berderet di bawah amben. Menurut penuturan Mudiono yang telah mengabdi di nDalem Kalitan sejak 1983, bangunan ini dibeli oleh keluarga Kanjeng Pangeran Sumoharyomo, orang tua Ibu Tien, pada 1966 dan pada 1967 keluarga pindah ke sini.
Sebelumnya, pesanggrahan yang dibangun 1789 ini milik Paku Buwono X yang dihibahkan ke putranya, Kanjeng Gusti Ratu Alit, sehingga disebut nDalem Kalitan. Masih menurut Mudiono, kebanyakan keluarga mantan presiden Soeharto kalau akan nyekar ke Giribangun biasanya mampir dulu ke NDalem Kalitan. Malam sekitar jam 10 baru nyekar sampai subuh agar tak mengganggu peziarah.
Luas area nDalem kalitan ini 1 hektar, dan bangunannya masih asli dari jaman PB X. Hanya saja jika dulu warna dominannya adalah hijau pupus, warna mangkunegaran, kini warna itu telah diganti dengan warna plitur yang dominan. Warna khas Mangkunageran masih dipertahankan pada langit-langit ruangan. Bagian lain yang berubah adalah penutup atap yang sebelumnya sirap telah diganti bermis sejak 1993.
NDalem Kalitan Solo
Alamat : Kampung Kalitan, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan Solo. Lokasi GPS : -7.56468, 110.80876, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.