Hanya karena berjodoh saja saya sampai ke lokasi dimana Vihara Dhamma Sundara Solo berada, lantaran sebenarnya bukan vihara ini yang saya cari saat itu. Nama vihara ini pun tak ada dalam catatan rencana kunjungan yang saya buat. Bahwa ini bukan vihara yang saya cari juga baru lebih jelas setelah mulai membuat tulisan ini.
Tak apalah, karena ternyata Vihara Dhamma Sundara ini juga sangat cantik, meski belum lagi tergolong vihara tua lantaran keberadaannya baru diresmikan pada 24 Maret 2002, sesuai dengan prasasti yang saya lihat pada bangunan utama Vihara Dhamma Sundara ini.
Suasana sepi ketika saya masuk ke pelataran vihara. Benar-benar sangat sepi. Tak ada satu pun hidung manusia yang terlihat di kompleks vihara yang cukup luas ini. Hanya ada satu buah motor bebek parkir di depan gedung utama, namun pemilik si bebek itu entah dimana.
Bangunan utama Vihara Dhamma Sundara dengan puncak atap berbentuk limasan, dikelilingi oleh empat buah limasan lain yang berukuran lebih kecil. Di dalam relung sepasang tugu depan undakan pertama terdapat mahluk mitos berkepala manusia dan berbadan burung. Sedangkan pada tugu undakan kedua terdapat sepasang singa dengan bentuk yang unik dan indah.
Pada cungkup bagian depan bangunan utama terdapat lukisan kaca patri indah sepasang kijang dalam posisi berhadapan dengan mulut mencium roda, serta dua kepala naga dengan mulut terbuka di kedua sudut kaca menghadap ke arah luar
Agak terpisah di sisi kiri depan bangunan utama terdapat gapura, dengan tiga tiang kiri kanan simetris yang ke arah dalam ukurannya semakin tinggi. Tiang tertinggi di bagian dalam dihubungan dengan tiga balok yang melengkung di tengahnya, dan di tengah balok terdapat roda dan meru susun tiga. Ketika saya sudah berdiri di depan pintu gedung utama, masih belum juga terlihat satu mahluk hidup di sana. Namun pintu tak terkunci, sehingga sambil bergumam "permisi" saya pun melepas alas kaki, dan mengayun kaki dengan hati-hati memasuki sebuah ruangan yang lumayan luas.
Ruang utama Vihara Dhamma Sundara dengan sebuah Arca Buddha emas dalam posisi kaki bersila dengan telapak tangan kiri terbuka ke atas diletakkan di atas lipatan kaki, dan telapak tangan kanan tertelungkup diletakkan di atas lutut kanan. Posisi ini disebut Bhumisparsa mudra, melambangkan Dhyani Buddha Aksobhya, makna simbolis memanggil bumi sebagai saksi, dengan arah mata angin Timur.
Patung dua murid dengan tangan bertangkup di depan dada mengapit arca sang Buddha. Tepat di depan arca Buddha terdapat sebuah hiolo berhias arca Buddha kecil, sepasang lilin, segepok hio belum dibakar di dalam vas, sepasang vas berisi bunga sedap malam, serta beberapa buah minuman dalam gelas plastik.
Alas-alas duduk dengan kitab-kitab suci yang diletakkan dalam papan silang diatur dalam kolom dan baris yang rapi. Sementara di bagian paling depan terdapat tempat duduk menyerupai sofa lurus dibalut kain kuning yang barangkali diperuntukkan bagi tetua atau pendeta.
Melihat langit-langit ruangan yang cukup menarik, saya pun berjalan menuju tengah ruangan, dan lalu merebahkan tubuh terlentang untuk mengambil fotonya. Ornamen pada langit-langit bagian dalam limasan utama Vihara Dhamma Sundara itu berbentuk segi delapan, dengan lukisan kaca patri, dan susunan kayu yang menyerupai jaring laba-laba.
Setelah berbalik memandang ke arah pintu, barulah saya mengetahui bawah ruangan ini dipantau oleh CCTV, dan mungkin itulah sebabnya tak terlihat satu pun hidung orang nongol di sana.
Keluar dari ruangan, saya menuruni undakan dan berjalan ke arah kanan mendekati bangunan candi yang berukuran cukup besar, berwarna putih krem, yang terlihat sangat elok.
Bangunan candi di Vihara Dhamma Sundara yang elok itu memiliki sebuah stupa besar di puncaknya dan beberapa buah stupa yang berukuran lebih kecil berada di puncak-puncak bawahnya. Puncak stupa-stupa itu terlihat agak berbeda dengan yang ada di Candi Borobudur. Pada sisi kiri, kanan, dan belakang, terdapat masing-masing tiga relief manusia dengan pakaian dan sikap tangan kaki berbeda, namun semuanya dalam posisi berdiri. Ornamen pada setiap sisi dibuat sama semua. Hanya bagian depan yang berbeda. Ada ornamen Kala di atas gerbang masuk ke dalam candi. Sayang pintunya terkunci.
Di bagian depan candi terdapat patung pendiri Vihara Dhamma Sundara Wisata, seorang tokoh masyarakat Kota Solo bernama Sundara Husea, pendiri Sun Motor Grup. Patung itu diresmikan dalam sebuah acara peringatan pada Minggu siang 24 Maret 2013 untuk mengenang tiga tahun meninggalnya Sundara Husea. Ia wafat pada 23 Maret 2010 dan dikremasi di Taman Memorial Delingan Karanganyar pada 27 Maret 2010.
Begitulah, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, dan lain-lain... Ada yang namanya bisa lama bertahan beratus tahun dan masuk ke dalam buku sejarah, ada yang hanya bertahan di kenangan orang-orang yang mengenalnya, dan lalu lenyap di telan jaman. Dan mungkin Sundara Husea adalah salah satu nama yang akan bertahan lama itu, salah satunya lewat warisan Vihara Dhamma Sundara yang didirikannya ini.
Tak apalah, karena ternyata Vihara Dhamma Sundara ini juga sangat cantik, meski belum lagi tergolong vihara tua lantaran keberadaannya baru diresmikan pada 24 Maret 2002, sesuai dengan prasasti yang saya lihat pada bangunan utama Vihara Dhamma Sundara ini.
Suasana sepi ketika saya masuk ke pelataran vihara. Benar-benar sangat sepi. Tak ada satu pun hidung manusia yang terlihat di kompleks vihara yang cukup luas ini. Hanya ada satu buah motor bebek parkir di depan gedung utama, namun pemilik si bebek itu entah dimana.
Bangunan utama Vihara Dhamma Sundara dengan puncak atap berbentuk limasan, dikelilingi oleh empat buah limasan lain yang berukuran lebih kecil. Di dalam relung sepasang tugu depan undakan pertama terdapat mahluk mitos berkepala manusia dan berbadan burung. Sedangkan pada tugu undakan kedua terdapat sepasang singa dengan bentuk yang unik dan indah.
Pada cungkup bagian depan bangunan utama terdapat lukisan kaca patri indah sepasang kijang dalam posisi berhadapan dengan mulut mencium roda, serta dua kepala naga dengan mulut terbuka di kedua sudut kaca menghadap ke arah luar
Agak terpisah di sisi kiri depan bangunan utama terdapat gapura, dengan tiga tiang kiri kanan simetris yang ke arah dalam ukurannya semakin tinggi. Tiang tertinggi di bagian dalam dihubungan dengan tiga balok yang melengkung di tengahnya, dan di tengah balok terdapat roda dan meru susun tiga. Ketika saya sudah berdiri di depan pintu gedung utama, masih belum juga terlihat satu mahluk hidup di sana. Namun pintu tak terkunci, sehingga sambil bergumam "permisi" saya pun melepas alas kaki, dan mengayun kaki dengan hati-hati memasuki sebuah ruangan yang lumayan luas.
Ruang utama Vihara Dhamma Sundara dengan sebuah Arca Buddha emas dalam posisi kaki bersila dengan telapak tangan kiri terbuka ke atas diletakkan di atas lipatan kaki, dan telapak tangan kanan tertelungkup diletakkan di atas lutut kanan. Posisi ini disebut Bhumisparsa mudra, melambangkan Dhyani Buddha Aksobhya, makna simbolis memanggil bumi sebagai saksi, dengan arah mata angin Timur.
Patung dua murid dengan tangan bertangkup di depan dada mengapit arca sang Buddha. Tepat di depan arca Buddha terdapat sebuah hiolo berhias arca Buddha kecil, sepasang lilin, segepok hio belum dibakar di dalam vas, sepasang vas berisi bunga sedap malam, serta beberapa buah minuman dalam gelas plastik.
Alas-alas duduk dengan kitab-kitab suci yang diletakkan dalam papan silang diatur dalam kolom dan baris yang rapi. Sementara di bagian paling depan terdapat tempat duduk menyerupai sofa lurus dibalut kain kuning yang barangkali diperuntukkan bagi tetua atau pendeta.
Melihat langit-langit ruangan yang cukup menarik, saya pun berjalan menuju tengah ruangan, dan lalu merebahkan tubuh terlentang untuk mengambil fotonya. Ornamen pada langit-langit bagian dalam limasan utama Vihara Dhamma Sundara itu berbentuk segi delapan, dengan lukisan kaca patri, dan susunan kayu yang menyerupai jaring laba-laba.
Setelah berbalik memandang ke arah pintu, barulah saya mengetahui bawah ruangan ini dipantau oleh CCTV, dan mungkin itulah sebabnya tak terlihat satu pun hidung orang nongol di sana.
Keluar dari ruangan, saya menuruni undakan dan berjalan ke arah kanan mendekati bangunan candi yang berukuran cukup besar, berwarna putih krem, yang terlihat sangat elok.
Bangunan candi di Vihara Dhamma Sundara yang elok itu memiliki sebuah stupa besar di puncaknya dan beberapa buah stupa yang berukuran lebih kecil berada di puncak-puncak bawahnya. Puncak stupa-stupa itu terlihat agak berbeda dengan yang ada di Candi Borobudur. Pada sisi kiri, kanan, dan belakang, terdapat masing-masing tiga relief manusia dengan pakaian dan sikap tangan kaki berbeda, namun semuanya dalam posisi berdiri. Ornamen pada setiap sisi dibuat sama semua. Hanya bagian depan yang berbeda. Ada ornamen Kala di atas gerbang masuk ke dalam candi. Sayang pintunya terkunci.
Di bagian depan candi terdapat patung pendiri Vihara Dhamma Sundara Wisata, seorang tokoh masyarakat Kota Solo bernama Sundara Husea, pendiri Sun Motor Grup. Patung itu diresmikan dalam sebuah acara peringatan pada Minggu siang 24 Maret 2013 untuk mengenang tiga tahun meninggalnya Sundara Husea. Ia wafat pada 23 Maret 2010 dan dikremasi di Taman Memorial Delingan Karanganyar pada 27 Maret 2010.
Begitulah, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, dan lain-lain... Ada yang namanya bisa lama bertahan beratus tahun dan masuk ke dalam buku sejarah, ada yang hanya bertahan di kenangan orang-orang yang mengenalnya, dan lalu lenyap di telan jaman. Dan mungkin Sundara Husea adalah salah satu nama yang akan bertahan lama itu, salah satunya lewat warisan Vihara Dhamma Sundara yang didirikannya ini.
Vihara Dhamma Sundara Solo
Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No. 24-B Pucangsawit, Solo. Surakarta, Jawa Tengah. Telp. 0271-643749. Lokasi GPS : -7.56974, 110.84876, Waze. Rujukan : Hotel di Solo, Tempat Wisata di Solo, Peta Wisata Solo.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.