Karesiden Banyumas di jaman penjajahan Belanda meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Kabupaten Banjarnegara. Sedangkan Karesiden Kedu mencakup wilayah Kabupaten Kebumen, Magelang, Kabupaten Temanggung, Purworejo (Bagelen), dan juga Kabupaten Wonosobo. Kali Bodo sejak lama telah menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat di kedua wilayah, baik yang mencari nafkah langsung di sepanjang jalur sungai, maupun yang menggunakannya untuk memasok air bagi sawah pertanian dan ladangnya. Penambangan juga pasir terjadi di sungai ini, yang ditentang karena dianggap merusak lingkungan dan biota.
Di sisi sebelah kiri Jembatan Kali Bodo juga terdapat daratan kering di badan sungai, yang tampaknya bakal terendam air ketika musim hujan telah tiba. Dua nelayan terlihat tengah bersama-sama merapikan jala yang ukurannya cukup besar. Mereka sepertinya baru mendarat setelah melaut semalaman dan menjual hasil tangkapannya di TPI Congot Jetis.
Prasasti yang dipasang pada dinding tembok Jembatan Kali Bodo yang berada di wilayah Jetis. Prasasti itu berlambang Garuda Pancasila, dengan menyebutkan nama Kali Ijo sebagai nama lain dari Kali Bodo. Yang menandatangani prasasti adalah Soesilo Soedarman, Menteri Negara Koordinator Bidang Polkam RI pada kabinet terakhir Orde Baru
Prasasti Jembatan Kali Bodo itu menyebut nama Cilacap pada penandatangan yang dilakukan pada 29 Juni 1996, atau hanya 2 tahun sebelum lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan nyaris absolut yang didudukinya selama 32 tahun. Maklum Soesilo Soedarman lahir di Maos, Cilacap, sehingga prasastinya tidak dipasang di bagian Kebumen.
Generasi sekarang melihat jembatan sebagai sesuatu hal yang sangat biasa, oleh sebab tidak pernah merasakan sendiri jaman dimana orang harus menyeberang dengan naik sampan atau rakit yang terbuat dari bambu. Jika air sedang tenang maka orang bisa menyeberang sungai dengan aman. Namun ketika sungai banjir di musim hujan, orang harus rela menunggu berjam-jam sampai sungai aman untuk diseberangi.
Hampir separuh lebar Kali Bodo memang ssat itu tampak tak terendam air. Selain karena waktu itu memang berada di ujung musim kemarau sehingga debit air dari hulu berkurang, mungkin juga karena air laut di muara sungai sedang surut. Perahu-perahu nelayan inilah yang tampaknya saya lihat berlalu lalang saat berada di talut Pantai Logending.
Deretan perahu nelayan yang rata-rata berukuran kecil terlihat berjejer di tepi sebelah kanan Jembatan Kali Bodo, atau di wilayah Jetis. Tak terlihat ada perahu yang meninggalkan mesin motornya, tentu karena alasan keamanan. Meski bagian dalam perahu rata-rata berwarna biru, namun cat bagian luarnya bermacam-macam warna dan coraknya.
Nama perahunya pun berbeda-beda. Ada Kabomas Jaya 03, Fajar Kinasih, Karya Jasa, Asih RF, Barakuda 01, dan Ngudi Rejeki (mencari rejeki). Ada pula perahu yang bernama Bon Jovi, yang sepertinya tak ada hubungannya sama sekali dengan urusan mencari ikan. Rata-rata perahu itu memasang bendera merah putih, meski kebanyakan sudah lusuh.
Selain sebagai indentitas ketika tengah melaut, memasang bendera Merah Putih di perahu juga memperlihatkan kebanggaan nelayan atau pun pemiliknya sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebuah negara besar yang kemerdekaannya diperjuangkan sangat lama dengan taruhan harta dan nyawa para perintis dan pendiri republik ini.
Jarak dari Pantai Logending ke Jembatan Kali Bodo ini hanya sekitar 1,8 km, arah ke Utara dan lalu belok ke Barat, melewati Pasar Ayah di sebelah kiri jalan. Berbeda dengan ketika saya lewat di jembatan di atas Sungai Telomoyo saat berkunjung ke Pantai Suwuk, di atas Jembatan Kali Bodo ini tidak terlihat ada orang tengah berdiri untuk memancing ikan.
Ada gerumbul pepohonan di sepanjang tepian Kali Bodo yang berada di wilayah Ayah, Kebumen. Di sebelah kanan terlihat ada beberapa buah perahu nelayan yang tengah sandar. Pemandangan seperti inilah yang akan dinikmati pelancong jika mereka naik perahu wisata dari sisi kanan Pantai Logending, atau dari muara Kali Bodo.
Ada yang senang menggunakan jembatan sebagai simbol atau perlambang bagi orang yang lebih senang menemukan persamaan diantara perbedaan sebagai jembatan menuju ke persatuan, ketimbang mencari-cari perbedaan dan membesar-besarkannya yang pada akhirnya akan melemahkan rasa persatuan sebagai bangsa yang sangat majemuk ini.
Saat itu ada seorang pria yang berjalan memanggul mesin perahu untuk dibawa pulang setelah digunakan. Para nelayan itu memang meninggalkan perahu-perahunya begitu saja di tepian Kali Bodo tanpa dijaga, sehingga bisa dimaklumi jika mereka hanya memasang mesin motor perahu ketika hendak digunakan untuk pergi melaut mencari ikan.
Bagaimana pun itu bukan hanya soal keamanan, agar mesin motor penggerak perahu yang harganya bisa dibilang lumayan mahal bagi ukuran mereka itu tidak hilang diambil orang, namun juga untuk merawatnya di rumah dan agar mesinnya tidak terpapar oleh panas dan hujan yang tidak begitu ramah.
Jembatan Kali Bodo Kebumen
Alamat : Desa Ayah, Kecamatan Ayah, Kebumen. Lokasi GPS : -7.71631, 109.38668, Waze. Hotel, Tempat Wisata, Peta.Label: Jawa Tengah, Jembatan, Kebumen, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.