Sedangkan kami berangkat dari Jepara ke Sendang, Kalinyamatan, tempat Makam Citrosoman, sekitar 45 menit perjalanan, lalu balik lagi ke Jepara karena menginap di sana. Begitulah, pejalan mesti rajin melihat tempat tersisa yang dikunjungi, dan mengatur ulang rute agar hemat waktu. Begitu pun saya mesti tetap berterima kasih karena bisa berkunjung ke makam tua, dari mulai kubur Citrosoma I (Tjitrosomo I) yang menjadi Bupati Jepara pada periode 1708 - 1742 M, hingga kijing Citrosoma VII yang menjadi bupati Jepara periode 1855 - 1890. Makam Citrosoma I, isteri, dan keluarga dekatnya telah dibuatkan cungkup tersendiri yang tertutup.
Saya sempat mengambil foto secara lebih dekat pada jirat kubur RMAA Sosroningrat, Bupati Jepara 1881 - 1905, yang juga adalah ayah RA Kartini. Di sebelahnya adalah makam ibu kandung RA Kartini, yaitu Mas Ajeng Ngasirah. Kedua kubur itu ada di dalam teras cungkup makam Citrosoma I. Saya tak melihat ada kubur keluarga Sosroningrat lainnya di dekat kedua kubur ini.
Akses masuk ke kompleks Makam Citrosoman Sendang Jepara adalah melalui samping masjid ini. Masjid yang aslinya dibangun pada jaman pemerintahan Citrosoma III (1755 - 1778 M) itu kini diberi nama Masjid An Nur. Letaknya memang persis di samping kompleks makam. Hanya bentuknya sudah mengalami banyak perubahan dari aslinya, dan kini terlihat sangat biasa.
Jalan masuk ke dalam kompleks makam dari sisi depan terlihat lebih berbudaya dan membumi, karena di sana ada gerbang masuk berupa gapura paduraksa yang kondisinya masih sangat baik. Jika masuk dari gerbang itu pengunjung akan langsung menuju ke area cungkup rumah dimana jasad Adipati Citrosoma I dan keluarganya dimakamkan.
Arah kedatangan pengunjung kadang bisa menentukan pintu mana yang akan dimasuki, jika tempat seperti ini memiliki lebih dari satu pintu masuk. Meskipun kadang bukan pintu terdekat dari arah kedatangan yang dipilih, namun yang paling mudah untuk mendapatkan tempat parkir, atau jaraknya lebih dekat ke tempat utama yang dituju.
Terlihat deretan jirat kubur yang berada di dalam kompleks Makam Citrosoman Sendang Jepara. Tak begitu beraturan, namun cukup rapi dan bersih. Bentuk nisan dan besarnya ukuran makam bisa memberi indikasi tentang derajat para pemilik makam semasa mereka masih hidup. Namun ibu bumi menerima tubuh setiap mayit, tanpa membedakan pangkat yang disandangnya.
Di ujung adalah cungkup makam Adipati Citrosoma I. Sayangnya ketika ke sana pintunya digembok, dan tak ada juru kunci hingga kami pergi. Jaman ini hampir tak ada orang yang tak punya hp. Tukang las, tukang sayur, bahkan penjual tape kelilingpun punya hp. Lalu, apa susahnya membuat papan kecil dan menulis nomor telepon juru kunci di sana? Entahlah ...
Bisa dimengerti jika kuncen memiliki jam kerja tertentu, agar ia bisa melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan, sehingga tak hendak diganggu dengan meninggalkan nomor telepon. Hanya saja jika demikian adanya, maka baik ditunjuk kuncen kedua yang bisa mengisi waktu kosong yang ditinggalkan kuncen pertama agar peziarah bisa terlayani, apalagi jika mereka datang dari jauh.
Ada jirat kubur Adipati Citrosoma VII (Tjitrosomo VII), dengan nisan yang berbentuk seperti makuta gepeng. Nama lahirnya adalah Soedargo, dengan gelar ningrat raden mas sebelum menjadi adipati. Sang ayah, Adipati Citrosoma VI (semula bernama Ki Noto, memerintah Jepara pada periode 1810 - 1850 M, namun pada kijing tertulis 1800 - 1836.
Selain yang sudah disebutkan, menurut poster yang menempel pada dinding serambi cungkup makam Citrosoma I, disebut juga bahwa Citrosoma IV menjadi Bupati Jepara pada 1778 - 1784 M, Citrosoma V tahun 1784 - 1810, dan Citrosoma VI tahun 1810 - 1850. Tak disebutkan tentang tahun menjabat Adipati Citrosoma II dan Citrosoma VIII, serta dimana makamnya.
Tjitrosomo I (Ki Wuragil Djiwosoeto) adalah putra Reksodjiwo (Bupati Kedung Kiwo), atau cucu Judonegoro (Bupati Sedayu). Ki Wuragil menggantikan ayahnya menjadi Bupati Kedung Kiwo, dan oleh PB I, raja ke-3 Keraton Kartosuro, ia dianugerahi keris Kyai Bethok dan gelar Bupati Prangwadono, dengan tugas menumpas pengacau di pesisir utara Jawa yang didukung Kompeni.
Lantaran berhasil dalam tugas itu, PB I memberinya gelar Citrosoma dan mengangkatnya menjadi Bupati Jepara pada 1708, menggantikan Adipati Soedjonopoera. Citrosoma menikahi puteri Amangkurat I dan puteri Ki Soedjonopoera. Sesuai titah Paku Buwono, gelar Citrosoma hanya boleh digunakan sampai keturunan ke-9. Citrosoma IX menjabat Bupati Tuban tahun 1879 - 1892.
Makam Citrosoman Sendang Jepara
Alamat : Desa Sendang, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara. Lokasi GPS : -6.72824, 110.70919, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : kapan saja ada juru kunci. Harga tiket masuk : gratis. Hotel di Jepara, Tempat Wisata di Jepara, Peta Wisata Jepara.Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.