Makam Ki Singapatra Kebumen berada di cungkup yang belum lama dibangun di tengah kompleks pemakaman umum yang cukup luas di Kelurahan Kebumen, di kecamatan dengan nama sama. Saya masuk ke kompleks pemakaman melalui gang kecil menembus perumahan yang aksesnya berawal dari samping Masjid Darussalam.
Belakangan saya ketahui bahwa Masjid Darussalam yang asli konon dibangun Ki Singapatra dan Sunan Geseng sebagai tempat pendidikan spiritual dan olah kanuragan. Perubahan menjadi masjid terjadi setelah Perang Jawa pada awal 1930-an, dan direnovasi pertama kali pada 1841. Saya masuk seorang diri ke dalam kompleks pemakaman tanpa mengetahui dimana lokasi situs atau Makam Ki Singapatra. Hanya saja saya sempat membaca bahwa situs makam itu belum lama ini telah direnovasi oleh kesatuan militer daerah setempat. Berdasar informasi itulah saya berkeliling di kompleks makam dan akhirnya menemukan cungkup Makam Ki Singapatra.
Sejumlah pohon besar rimbun yang ada di sana menjadi petunjuk bahwa kompleks kubur ini merupakan pekuburan yang sudah lama dihuni. Tempat semacam ini menjadi salah satu area langka di perkotaan dimana pohon tua masih dipertahankan, sebagaimana pohon tua yang ada di Makam Pangeran Jayakarta.
Cungkup Makam Ki Singapatra ini mudah dikenali karena terlihat masih baru, dan warna catnya hijau mencolok, yang mendekati warna kesatuan militer. Meskipun tidak buruk, cungkup ini terkesan sederhana saja, tanpa ornamen macam-macam dan hanya memenuhi fungsi utamanya saja yaitu melindungi situs di bawahnya dari hujan dan terik matahari.
Di sebelah situs Makam Ki Singapatra terdapat sebuah pohon besar dan tinggi, yang seolah memberi semacam otoritas bagi makam tua ini. Di beberapa titik ada lagi beberapa pohon tua yang memberi petunjuk bahwa tempat pemakaman umum ini memang sudah ada sangat lama. Hanya belum terlihat ada upaya untuk membuatnya lebih rapi dan bersih.
Saya percaya bahwa di kalangan militer pun pasti ada orang-orang yang memiliki jiwa seni atau berbakat membuat cungkup dengan arsitektur tradisional yang berkelas. Hanya saja mereka masih belum muncul ke permukaan sehingga tak mudah untuk dikenali. Perlu sebuah momen atau peristiwa untuk tampilnya orang seperti itu yang bisa membuat Makam Ki Singapatra menjadi tampak lebih anggun.
Ki Singapatra disebut hidup antara tahun 1500 - 1700 M. Bersama Ki Badranala dan Ki Ageng Geseng (Sunan Geseng), ia memimpin pasukan Panjer memukul mundur pasukan Kompeni Belanda yang mendarat di pesisir Urut Sewu Petanahan pada 1643 yang hendak menghancurkan lumbung pangan Panjer, sumber logistik Mataram sejak jaman Sultan Agung (1593-1645).
Di dalam cungkup terdapat dua pusara yang letaknya tidak sejajar, dan posisi keduanya juga sedikit serong dari dinding tembok cungkup. Entah alasan apa yang membuat dinding cungkup tidak dibuat sejajar dengan makam, atau sebaliknya. Selain keramik pada atas dan bawah, ada pula sebuah tengara batu asli pada bagian kepala.
Prasasti itu berbunyi "Ki Singapatra, Pejuang Kebumen periode Mataram "Sultan Agung Hanyakrakusuma 1600"", lalu basmalah dan "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami generasi muda penerus mangabadikan dan melanjutkan nilai-nila perjuangan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia", dan ada tanda tangan Komandan Kodim 0709/Kebumen.
Adalah sepertinya rasa hormat dan inspirasi keteladanan yang membuat Komandan Kodim tergerak untuk membuat cungkup Makam Ki Singapatra Kebumen ini, dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Sebuah langkah yang patut dipuji, dan semoga diikuti oleh tokoh-tokoh setempat lainnya, untuk lebih memuliakan mereka yang pernah berjasa selama masa hidupnya.
Sayangnya tak ada torehan nama tertera pada batu nisan, sehingga tak jelas mana yang menjadi tengara Makam Ki Singapatra dan makam siapa yang satu lagi itu. Ada yang menyebut bahwa kubur ini bukan makam namun tempat moksa Ki Singapatra.
Istilah moksa sepertinya hanya dikenal dalam ajaran Hindu dan Buddha yang artinya lepas atau bebas dari ikatan duniawi dan lepas pula dari putaran reinkarnasi atau punarbawa kehidupan. Seseorang bisa moksa dengan meninggalkan mayit, ada pula moksa yang tak meninggalkan mayit. Namun moksa tak selalu berarti mati secara jasmani.
Sebagai sebuah portal penghubung, mungkin tak terlalu penting apakah makam itu berisi jasad Ki Singapatra atau tidak, selagi makam itu bisa menjadi semacam sarana bagi peziarah untuk mengingat keteladanan dan kebaikan, serta mendoakan beliau untuk hidup mulia di alam kelanggengan.
Suasana di kompleks pemakaman Ki Singapatra dengan jalan setapak yang membelah di tengahnya juga sempat saya ambil fotonya. Mungkin ada saatnya nanti ketika kemakmuran tiba orang mulai memperhatikan makam semacam ini dan menatanya menjadi tempat yang rapi dan asri.
Belakangan saya ketahui bahwa Masjid Darussalam yang asli konon dibangun Ki Singapatra dan Sunan Geseng sebagai tempat pendidikan spiritual dan olah kanuragan. Perubahan menjadi masjid terjadi setelah Perang Jawa pada awal 1930-an, dan direnovasi pertama kali pada 1841. Saya masuk seorang diri ke dalam kompleks pemakaman tanpa mengetahui dimana lokasi situs atau Makam Ki Singapatra. Hanya saja saya sempat membaca bahwa situs makam itu belum lama ini telah direnovasi oleh kesatuan militer daerah setempat. Berdasar informasi itulah saya berkeliling di kompleks makam dan akhirnya menemukan cungkup Makam Ki Singapatra.
Sejumlah pohon besar rimbun yang ada di sana menjadi petunjuk bahwa kompleks kubur ini merupakan pekuburan yang sudah lama dihuni. Tempat semacam ini menjadi salah satu area langka di perkotaan dimana pohon tua masih dipertahankan, sebagaimana pohon tua yang ada di Makam Pangeran Jayakarta.
Cungkup Makam Ki Singapatra ini mudah dikenali karena terlihat masih baru, dan warna catnya hijau mencolok, yang mendekati warna kesatuan militer. Meskipun tidak buruk, cungkup ini terkesan sederhana saja, tanpa ornamen macam-macam dan hanya memenuhi fungsi utamanya saja yaitu melindungi situs di bawahnya dari hujan dan terik matahari.
Di sebelah situs Makam Ki Singapatra terdapat sebuah pohon besar dan tinggi, yang seolah memberi semacam otoritas bagi makam tua ini. Di beberapa titik ada lagi beberapa pohon tua yang memberi petunjuk bahwa tempat pemakaman umum ini memang sudah ada sangat lama. Hanya belum terlihat ada upaya untuk membuatnya lebih rapi dan bersih.
Saya percaya bahwa di kalangan militer pun pasti ada orang-orang yang memiliki jiwa seni atau berbakat membuat cungkup dengan arsitektur tradisional yang berkelas. Hanya saja mereka masih belum muncul ke permukaan sehingga tak mudah untuk dikenali. Perlu sebuah momen atau peristiwa untuk tampilnya orang seperti itu yang bisa membuat Makam Ki Singapatra menjadi tampak lebih anggun.
Ki Singapatra disebut hidup antara tahun 1500 - 1700 M. Bersama Ki Badranala dan Ki Ageng Geseng (Sunan Geseng), ia memimpin pasukan Panjer memukul mundur pasukan Kompeni Belanda yang mendarat di pesisir Urut Sewu Petanahan pada 1643 yang hendak menghancurkan lumbung pangan Panjer, sumber logistik Mataram sejak jaman Sultan Agung (1593-1645).
Di dalam cungkup terdapat dua pusara yang letaknya tidak sejajar, dan posisi keduanya juga sedikit serong dari dinding tembok cungkup. Entah alasan apa yang membuat dinding cungkup tidak dibuat sejajar dengan makam, atau sebaliknya. Selain keramik pada atas dan bawah, ada pula sebuah tengara batu asli pada bagian kepala.
Prasasti itu berbunyi "Ki Singapatra, Pejuang Kebumen periode Mataram "Sultan Agung Hanyakrakusuma 1600"", lalu basmalah dan "Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kami generasi muda penerus mangabadikan dan melanjutkan nilai-nila perjuangan demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia", dan ada tanda tangan Komandan Kodim 0709/Kebumen.
Adalah sepertinya rasa hormat dan inspirasi keteladanan yang membuat Komandan Kodim tergerak untuk membuat cungkup Makam Ki Singapatra Kebumen ini, dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Sebuah langkah yang patut dipuji, dan semoga diikuti oleh tokoh-tokoh setempat lainnya, untuk lebih memuliakan mereka yang pernah berjasa selama masa hidupnya.
Sayangnya tak ada torehan nama tertera pada batu nisan, sehingga tak jelas mana yang menjadi tengara Makam Ki Singapatra dan makam siapa yang satu lagi itu. Ada yang menyebut bahwa kubur ini bukan makam namun tempat moksa Ki Singapatra.
Istilah moksa sepertinya hanya dikenal dalam ajaran Hindu dan Buddha yang artinya lepas atau bebas dari ikatan duniawi dan lepas pula dari putaran reinkarnasi atau punarbawa kehidupan. Seseorang bisa moksa dengan meninggalkan mayit, ada pula moksa yang tak meninggalkan mayit. Namun moksa tak selalu berarti mati secara jasmani.
Sebagai sebuah portal penghubung, mungkin tak terlalu penting apakah makam itu berisi jasad Ki Singapatra atau tidak, selagi makam itu bisa menjadi semacam sarana bagi peziarah untuk mengingat keteladanan dan kebaikan, serta mendoakan beliau untuk hidup mulia di alam kelanggengan.
Suasana di kompleks pemakaman Ki Singapatra dengan jalan setapak yang membelah di tengahnya juga sempat saya ambil fotonya. Mungkin ada saatnya nanti ketika kemakmuran tiba orang mulai memperhatikan makam semacam ini dan menatanya menjadi tempat yang rapi dan asri.
Makam Ki Singapatra Kebumen
Alamat : Kelurahan Kebumen, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen. Lokasi GPS : -7.6772, 109.65837, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kebumen, Tempat Wisata di Kebumen, Peta Wisata Kebumen.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.