Nama Baron Sekeber atau Skeber tidak asing di telinga. Barangkali dari sandiwara ketoprak di radio. Dari warung milik Kedi di halaman parkir Makam Ki Gede Penatas Angin kami berjalan beriringan. Lokasi keduanya tak terlalu jauh karena Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan itu ada kaitannya dengan tokoh Ki Gede Penatas Angin.
Dahulu, sebutan Ki Gede diberikan pada kepala tanah perdikan, wilayah khusus yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada raja. Kedi menceritakan secara singkat legenda pertempuran antara Ki Gede Penatas Angin dan Baron Sekeber, yang berakhir dengan kekalahan Baron Sekeber dan kemudian dikutuk menjadi arca batu ini. Ada yang menyebut Baron Sekeber adalah orang Spanyol yang mengabdi kepada Belanda, namun Serat Babad Pati menyebutnya sebagai orang Belanda. Baron sendiri adalah gelar kebangsawanan orang Jerman.
Jalan setapak yang kami lalui saat baru saja meninggalkan warung milik Kedi menuju ke Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan. Suburnya rerumputan pada jalan setapak memberi petunjuk bahwa lintasan ini boleh dikatakan sangat jarang dilewati orang.
Situs semacam ini memang menarik jauh lebih sedikit pengunjung, ketimbang tempat wisata pada umumnya. Kami berjalan tak terlalu cepat menapaki jalan berumput di tengah hutan karet yang dikelola oleh PTPN IX Unit Kerja Kebun Blimbing. Jalan setapak itu kemudian menurun tajam tanpa dibuat undakan, sehingga kami harus sedikit lebih berhati-hati dalam memilih pancatan kaki untuk melangkah. Beberapa saat berikutnya kami sudah berada di pinggir sebuah sungai.
Namanya Sungai Nggoromanik, sungai berbatu yang kami harus seberangi untuk menuju ke Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan, beberapa saat setelah menuruni jalan setapak di atas perbukitan. Beruntung alir air sungainya sedang tidak begitu besar, meskipun demikian saya masih kerepotan untuk memilih tempat berpijak karena ada bagian cukup dalam dan batuannya licin.
Ada akses lain untuk menuju ke Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan ini, tanpa harus berkunjung terlebih dulu ke Makam Ki Gede Penatas Angin. Namun saya kira kondisi jalan setapaknya tidak lebih baik dari jalan yang kami lalui. Setelah melewati gerumbul di seberang sungai, kami berbelok ke kiri. Agak jauh di sebelah kanan adalah tebing bukit yang lumayan tinggi.
Kedi dan Doddy berjalan lebih dulu di depan kami menapaki jalan setapak dengan rerumputan yang relatif masih subur, diapit semak belukar hijau yang rapat di kiri kanan jalan. Jelas kami sedang berjalan menuju ke arah lembah.
Setelah melangkahkan kaki beberapa saat menjajari bukit, dengan mengambil jalan menyimpang beberapa meter ke sebelah kiri dari jalur utama yang hendak kami lalui, dan lalu memanjat tebing yang tak begitu tinggi, sampailah kami ke sebuah batu peninggalan yang tampak pada foto di atas. Tak jelas benar apakah itu umpak atau Yoni yang tidak bercerat di bagian atasnya. Lubang persegi di bagian atasnya bisa merupakan tempat dudukan pilar kayu, bisa pula merupakan dudukan bagi sebuah Lingga. Hanya saja Kedi mengatakan bahwa di atas batu ini sebelumnya ada batu lain, yang belakangan kami lihat menggelinding di bawah bukit.
Batu yang menggelinding itu meskipun agak memanjang namun tidak menyerupai Lingga. Kami turun dari bukit rendah itu dan melanjutkan perjalanan. Beberapa saat kemudian dengan menyimpang jalan lagi kami melihat batu persegi dengan bagian atas rata berlumut. Dekat di sebelahnya terdapat batu limasan terpancung dengan lubang agak bulat dan batu tegak pendek menyerupai lingga di dalamnya.
Salah satu pojok batu itu telah pecah. Di sebelahnya teronggok bebungaan di atas daun pisang yang telah mengering. Setelah kembali ke jalur utama dan melanjutkan perjalanan kembali, beberapa saat kemudian terlihat dinding tembok keliling dengan lubang masuk berpagar kawat. Itulah Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan. Kami melangkah mendekatinya, pagarnya tidak dikunci sehingga kami bisa masuk ke dalam area situs yang kami tuju itu.
Konon berbekal kesaktiannya, Baron Sekeber datang melurug ke Mataram untuk menantang Panembahan Senopati, namun ia dikalahkan dalam perang tanding dan lari ke Pati. Di Pati, Baron Sekeber menantang Adipati Jaya Kusuma berperang tanding, namun kembali ia dikalahkan dan melarikan diri ke Pekalongan, disusul istrinya yang datang menggendong bayinya.
Kedi berdiri di sebelah arca yang disebut sebagai arca utama di Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan. Arca batu yang cukup besar dan tinggi ini baik bentuk muka, tangan dan kakinya sudah tidak begitu jelas. Lumut cukup tebal juga telah menyelimutinya. Entah memang bentuk pahatannya yang sangat kasar atau karena telah aus dimakan waktu dan sebab lainnya.
Di Pekalongan inilah Baron Sekeber berhadapan dengan Ki Ageng Penatas Angin sehingga terjadi pertempuran lagi, yang konon berlangsung di udara, di darat, dan di dalam air. Namun kembali Baron Sekeber dikalahkan, hingga ia dikutuk menjadi arca batu oleh Ki Ageng Penatas Angin, yang makamnya juga saya lihat ada di kompleks Makam Raja-Raja Demak.
Ada arca batu besar lainnya yang lokasinya berada hanya beberapa meter dari arca Baron Sekeber, memperlihatkan pahatan rambutnya yang gimbal, sebagaimana rambut belakang arca Baron Sekeber. Konon arca yang separuh badannya berada di bawah tanah ini adalah isteri Baron Sekeber yang juga dikutuk menjadi batu.
Di dalam kompleks Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan juga terdapat beberapa buah batu peninggalan kuno berupa dua buah menhir dan sebuah Lingga yang tertancap pada tanah. Di sekitar arca batu terdapat beberapa buah piring plastik kecil berisi kembang yang sudah layu dan mulai mengering, tampaknya dimaksudkan sebagai sesaji bagi penunggu arca batu ini.
Hampir melekat pada dinding depan tembok keliling terdapat papan tengara nama situs yang sudah terlihat lusuh, dibuat oleh Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan. Kondisi situs sama sekali tidak terawat, dengan semak dan pepohonan dibiarkan tumbuh liar tanpa penataan. Sepertinya sudah cukup lama situs ini dibiarkan terbengkalai.
Bisa diduga bahwa kedua arca batu itu adalah peninggalan dari jaman kebudayaan Hindu, setidaknya di era Kerajaan Majapahit atau bahkan jauh sebelum jaman itu. Kedua arca itu tampaknya adalah arca Dwarapala, yang biasa dibuat dan diletakkan di depan gerbang masuk sebuah tempat suci. Karenanya dahulu di tempat ini mungkin pernah ada sebuah candi. Namun bisa pula arca itu dibuat untuk menghormati seorang tokoh yang dihormati dan dianggap sudah seperti dewa.
Keberadaan kedua arca di Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan itu sempat mengingatkan saya kepada Arca Joko Dolog Surabaya, meskipun keduanya tak bisa diperbandingkan kehalusan tatahan batunya. Jika saja kedua arca itu dibersihkan dan diletakkan dengan semestinya, barangkali bentuknya akan lebih jelas terlihat. Baiknya dinas purbakala segera melakukan langkah konservasi, dan menunjuk seorang penanggung jawab untuk merawat situs kuno ini.
Situs Baron Sekeber Rogoselo Pekalongan
Alamat : Dukuh Kaum, Desa Rogoselo, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan. Lokasi GPS : -7.06911, 109.67, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Pekalongan, Tempat Wisata di Pekalongan, Peta Wisata Pekalongan.Label: Jawa Tengah, Pekalongan, Situs, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.