Beberapa teman Laskar 79 bergerombol di depan Patung Meminta Hujan di Istana Bogor. Patung perunggu ini dibuat pematung Ceko. Ada patung wanita lagi yang menengadahkan tangan, melambangkan rasa sukur setelah hujan turun. Di luar ruang istana rupanya diperbolehkan memotret, sedangkan di dalam ruangan istana memang tidak boleh memotret.
Keluar dari Ruang Garuda kami sampai di teras belakang Istana Bogor dengan halaman luas, dan kolam yang berbatasan dengan Kebun Raya Bogor. Di dekat kolam teratai terdapat patung The Hand of God, reproduksi dari patung yang ada di Swedia dan di sejumlah kota dunia lainnya. Ada pula patung karya Patzay Pal asal Budapest, berangka tahun 1962.
Istana Bogor dilihat dari sudut halaman. Di sebelah saya berdiri terdapat patung Si Denok yang dibuat April 1958 oleh Trubus, seniman patung asal Solo kesayangan Bung Karno. Patung tanpa busana dengan payudara menggantung elok itu tubuhnya memakai model anak pelukis Belanda Ernest Dezentje dan wajahnya Ara, istri karyawan Istana Bogor.
Dari jalan masuk di sisi kanan Istana Bogor, hamparan rumput hijau luas terlihat sejuk di mata, dengan pohon-pohon beringin besar yang akar gantungnya digunting bagian bawahnya sehingga menyerupai rambut gemuk keriting seorang perempuan cantik yang dipotong pendek sebatas leher.
Entah mengapa ada sebagian rumput di halaman yang sangat luas itu mati, menyisakan tanah kemerahan yang gundul. Mungkin karena terlalu teduh, atau sebab lain. Bagaimana pun memerlukan usaha yang tak ringan untuk merawat halaman yang sangat luas ini.
Beberapa teman yang telah berjalan lebih dulu di depan mengira bahwa pintu masuk adalah dari serambi istana yang terlihat di latar belakang. Namun ternyata kami masuk dari jalan yang ada di sayap kiri bangunan, atau sebelah kanan dari arah kedatangan kami, sehingga mereka harus berbalik badan.
Gerombolan rusa totol ikon Istana Bogor merumput agak jauh dari tempat kami melangkah. Jumlahnya tak kurang dari 590 ekor. Ada jam-jam pemberian makanan rusa yang menjadi tontonan menarik, dan sempat kami lihat di ujung kunjungan. Beberapa bagian rumput tampak tengah dikupas untuk diremajakan jelang datangnya musim penghujan.
Lorong jalan tempat kami masuk ke dalam Istana Bogor diantara bangunan istana dengan bangunan tambahan yang terlihat di sebelah kanan. Di bawah atap penghubung itu kami naik undakan menuju ke serambi samping belakang, dan di sana pemandu memberi penjelasan tentang aturan dan sedikit sejarah mengenai istana ini.
Di halaman belakang sebelah kanan, di tengah bundaran lapangan rumput terdapat sebuah batu hitam dengan patung Naga dengan lidah terjulur keluar. Agak jauh di ujung agak ke kiri (tak terlihat pada foto) terdapat patung The Hand of God.
Pemandu yang ramah dan teman-teman Laskar 79 yang tengah menyimak. Di luar ruang istana rupanya memang diperbolehkan untuk memotret. Dari sini, dengan membalikkan badan, kami bisa melihat sisi belakang Kebun Raya Bogor, dan patung-patung elok yang tertebar di sana.
Dari tempat si babak memberi penjelasan pada foto sebelumnya, kami hanya bisa mengintip ke dalam ruangan di dalam gedung utama ini. Di sebelah kiri, tak tampak pada foto, ada sejumlah patung dan lukisan kecil, salah satunya ada patung pria bercaping bertelanjang dada dengan pancing di tangan dan ikan besar yang ditangkapnya.
Bergeser sedikit ke arah kiri dari posisi foto sebelumnya terlihat patung kayu seorang pria kurus dengan tangkai pancing bergelombang dan ikan yang sangat gemuk menggantung di ujung senar pancingnya.
Pemandangan dari pintu serambi belakang ke dalam ruangan sayap kiri de gedung utama Istana Bogor. Jika diperhatikan, pada kedua pojok atas ruangan terdapat CCTV yang mengawasi gerik pengunjung. Ruangan ini tak begitu luas namun sangat tinggi, dengan lampu kristal gantung yang mempesona.
Gerumbul pohon pisang Manila yang daunnya berbentuk kipas serta tanaman bunga perdu serta palem menghiasi halaman belakangm dengan sebuah patung wanita tanpa busana di latar depan. Di ujung sana adalah serambi bangunan sayap kanan gedung utama.
Berfoto dengan latar belakang seperti ini memang akan elok, hanya saja jika berdiri dalam bayang pepohonan maka hanya latar belakangnya saja yang menonjol. Bangunan yang semula dimaksudkan sebagai tempat peristirahatan itu kemudian mengalami berbagai perubahan, diantaranya oleh Herman Willem Daendels dan Sir Stamford Raffles sehingga menjadi sebuah istana megah dengan luas halaman 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m².
Teman-teman menuju ke undakan pada bangunan sayap kanan gedung utama Istana Bogor. Di tengah taman rerumputan bundar di sebelah kanan ada kolam kecil yang di tengahnya ada patung seorang wanita cantik tanpa busana dengan lutut menekuk dan tubuh sensual. Di sebelah kanannya lagi ada toko cindera mata.
Bangunan Istana Bogor ini sudah berbeda dengan bangunan awal yang dibuat sketsanya oleh Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff meniru model arsitektur Blehheim Palace di dekat Oxford Inggris yang menjadi kediaman Duke Malborough. Bangunan lama hancur karena gempa yang terjadi saat Gunung Salak meletus pada 10 Oktober 1834.
Teman-teman berfoto di undakan depan teras bangunan sayap kanan gedung utama Istana Bogor. Jika serombongan orang melihat undakan seperti ini, maka tidak bisa tidak mereka akan meminta dipotret, tak peduli apakah itu anak sekolah, mahasiswa, alumni, sampai presiden dan para menterinya ... :)).
Di toko cindera mata ini dijual kaos, jaket, gantungan kunci, jam, payung, gelas, dan macam-macam pernak-pernik lainnya. Semuanya bergambar dan bertulis Istana Bogor yang menjadi bukti sahih bahwa Anda pernah pergi ke istana itu, selain berfoto narsis tentunya.
Pandangan samping pada teras belakang Istana Bogor dengan patung wanita di latar depan. Adalah Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-1856) yang merubuhkan bangunan lama sisa gempa Gunung Salak dan membangunnya kembali dengan gaya arsitektur neo-klasik Eropa abad ke-19.
Sebuah patung di halaman belakang Istana Bogor karya Patzay Pal asal Budapest, berangka tahun 1962. Koleksi karya-karya seni budaya seperti ini yang tidak banyak bertambah semasa orde reformasi.
Torehan tulisan "Patzay Pal, Budapest, 1962" pada landasan patung pria telanjang yang tengah bertarung dengan ular itu. Patung itu merupakan replika patung "Memorial to Raoul Wallenberg" di Taman Szent Istvan, Distrik XIII, Budapest, karya Pal Patzay (1896-1979), yang dihancurkan oleh rejim komunis dan dipasang kembali pada peringatan ke-50 tahun penghancurannya.
Memiliki rumah dengan halaman sangat luas seperti ini, apalagi dihiasi dengan patung-patung artistik yang elok mempesona tentu menjadi impian banyak orang, jika saja mampu membeli dan merawatnya. Jika tidak maka jadilah presiden, agar bisa tinggal di tempat ini, setidaknya selama kurun waktu lima tahun...
Saya sempat memotret undakan di sayap kanan gedung utama Istana Bogor saat melangkah menuju ke bagian depan istana, beberapa saat setelah keluar dari Toko Cindera Mata. Kembaran undakan pada sisi berlawanan yang kami tapaki ketika hendak memasuki Istana Bogor.
Jendela-jendela tinggi pada dinding luar gedung utama sayap kanan Istana Bogor. Jendela yang kini lebih banyak tertutup. Selain untuk menghindari debu dan sinar matahari langsung, juga semua ruangan di dalamnya tentu telah diberi pendingin ruangan. Bertambah padatnya permukiman penduduk, dan panas dari gas buangan kendaraan telah membuat hawa Kota Bogor tidak lagi sesejuk beberapa puluh tahun lalu. Dan mesin-mesin pendingin ruang semakin memperburuk keadaan.
Dua teman melintas saat saya memotret teras sayap kanan bangunan utama, dengan teras bangunan utama terlihat di sebelah kanan, berhias patung lambang negara Garuda Pancasila. Di belakang saya adalah patung Si Denok. Kemana kaki melangkah di Istana Bogor, mata memang selalu tertumbuk pada sosok patung artistik, baik berbahan perunggu, batu, maupun kayu.
Pandangan lebih dekat pada bangunan utama, dengan kubah keemasan di tengahnya. Pilar-pilar penyangga besar tinggi dengan patung burung Garuda Pancasila di atasnya, serta cat putih pada seluruh dinding dan jendela, memberi kesan otoritatif yang kuat.
Beberapa teman berfoto dengan latar kubah dan pilar-pilar teras depan Istana Bogor. Cuaca sangat bersahabat ketika itu, meskipun Bogor sering mendapat julukan sebagai kota hujan karena seringnya hujan turun di kota ini tanpa melihat musim.
Bangunan induk Istana Bogor memang sangat elok untuk dijadikan sebagai latar belakang foto bersama. Karena halamannya yang sangat luas dan tidak adanya kendaraan lalu lalang di dalam kawasan istana, membuat udara di sana menjadi lebih bersahabat.
Halaman rumput yang sangat luas seperti ini menjadi sesuatu yang sangat mewah untuk dimiliki, bahkan jika di kampung sekalipun. Belum lagi biaya perawatan yang harus dikeluarkan agar selalu terlihat cantik dan rapi.
Patung batu Dwarapala dalam ukuran besar dengan gada berukir di tangan kanan berlandas lutut, dan pada lengan serta kepalanya terdapat hiasan berupa lilitan ular dengan mulut menganga. Sepasang patung ini berada di depan teras bangunan utama istana.
Patung Marhaen yang terkenal ini berada di teras depan Istana Bogor. Ketika Bung Karno bersepeda di Bandung Selatan, ia mendatangi salah seorang petani yang tengah bekerja di sawahnya, dan terjadilah percakapan. Petani bernama Marhaen itu ternyata mengerjakan sawah sendiri yang merupakan warisan keluarga, menggunakan perkakas pertanian sendiri, hasil panen untuk menghidupi keluarga sendiri, tidak memperkerjakan orang lain, dan punya gubuk kecil milik sendiri.
Ekspresi patung ini terlihat berbeda jika dilihat dari sudut yang lain. Bandingkan dengan foto sebelumnya. Ada patung Marhaen lain yang entah disimpan dimana berupa petani bertopi dengan memanggul cangkul di pundaknya.
Sebuah ukiran kayu yang berada di teras depan gedung utama Istana Bogor dengan detail rumit yang sangat indah. Ada empat wujud manusia dalam ukiran kayu ini. Satu di bawah yang hanya terlihat kepala dan dua tangannya, satu yang paling besar di tengah menyerupai raksasa dengan yang memegang sebuah benda, satu lagi pada posisi kaki menekuk, dan satu lagi ada di atas.
Berpanas-panas sejenak untuk bisa dipotret dengan latar halaman depan Istana Bogor yang luas dan kolam yang menjadi tempat kawanan kijang totol minum air. Kesempatan berkunjung ke Istana Bogor boleh dikatakan langka, sehingga bisa dimaklumi setiap peluang untuk berfoto selalu dimanfaatkan.
Pandangan tegak pada foto teman Laskar 79 dengan patung perunggu ini dibuat pematung Ceko. Adalah seni dan budaya yang bisa menjadi perekat suatu bangsa, dan membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Awalnya adalah Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron Van Imhoff yang membuat sketsa dan membangun Istana Bogor pada tahun 1745-1750, meniru Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough. Perubahan yang dilakukan Daendels dan Raffles membuat Istana Bogor menjadi megah dengan luas halaman 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m².
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.