Sebuah relief yang sangat indah dipasang pada permukaan dinding pintu masuk Museum Etnobotani Bogor. Relief ini saat itu merupakan satu-satunya benda seni indah yang ada di bagian depan museum, menggambarkan berbagai kegiatan pria dan wanita di kebanyakan pedesaan yang ada di tanah air. Berbagai rupa hasil kebun dan sawah juga ditampilkan dengan elok.
Berbagai jenis bahan tumbuhan dari berbagai tempat di tanah air yang sering dipergunakan dalam ramuan jamu tradisional bisa dilihat di Museum Etnobotani Botor. Ada kencur, beras, kunir, asam, jahe, biji kedawung, lempuyang, adas, pulosari, laos, sinom, sambiloto, temulawak, dan banyak lagi yang lainnya. Jamu beras kencur dan temulawak mungkin yang terpopuler. Di area pamer lainnya wisata museum ini ditampilkan kerajinan tangan tradisional topi, keranjang, tikar, dan perlengkapan sehari-hari lainnya yang dibuat dari bagian-bagian pohon Palem.
Ruang pamer dengan koleksi alat tenun tradisional di Museum Etnobotani Bogor. Kain tenun tradisional masih merupakan seni kerajinan yang hidup dan tetap populer di berbagai tempat di tanah air meskipun telah banyak digantikan dengan alat tenun mesin yang memiliki presisi dan tingkat produktivitas yang tinggi. Kerja seni biasanya dihargai lebih tinggi.
Luku atau bajak dalam ukuran aslinya di Museum Etnobotani Bogor. Alat tradisional ini dipakai petani untuk membalik tanah di sawah sebelum ditanami padi. Luku ditarik kerbau atau sapi, namun kini banyak digantikan dengan traktor. Petani Jawa mempercayai bahwa luku diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga, sebelumnya mereka memakai pacul untuk membalik tanah.
Koleksi Museum Etnobotani berupa berbagai jenis topi, keranjang, tikar, dan perlengkapan sehari-hari lainnya yang dibuat dari bagian-bagian pohon Palem. Di Museum Etnobotani juga terdapat berbagai jenis daun-daun yang telah diawetkan.
Koleksi berbagai jenis perlengkapan rumah tangga dan peralatan kerja lainnya yang dibuat dari bahan rotan di Museum Etnobotani. Rotan hingga kini masih banyak digunakan meski terdesak dengan perlengkapan yang dibuat dengan bahan plastik yang lebih murah dan praktis.
Koleksi benda-benda yang menarik dan indah yang terbuat dari lontar di Museum Etnobotani. Di sebelah kiri yang berbentuk seperti kipas adalah daun Rontal (Borassus flabellifer L., dari asal kata Ron = daun dan TAL = pohon atau buah. Daunnya dipakai sebagai bahan anyaman, sedangkan bunganya berguna untuk membuat gula nira dan minuman tradisional.
Koleksi Museum Etnobotani berupa cangkul sagu, topi, anyaman langit-langit rumah, atap, dinding, serta peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, alat musik dan perlengkapan sehari-hari lainnya yang dibuat dari bahan sagu. Ada 2 jenis sagu yang terkenal, yaitu Metroxylon sagu Rottboeli (sagu tidak berduri) dan M. rumphii (Willdenow) Martius (sagu berduri).
Koleksi berupa lesung dan kentongan. Lesung kayu itu terlihat sudah berumur sangat tua. Lesung biasa dipakai untuk menumbuk beras atau biji-bijian. Sedangkan kentongan banyak digunakan sebagai tengara waktu atau tengara tertentu lainnya yang dibedakan dari pola dan ritme pukulan yang biasanya sudah dipahami oleh masyarakat sekitarnya.
Bahan alam yang tak kalah populer adalah pandan (Pandanus tectorius SOL). Selain daunnya bisa digunakan sebagai pewangi makanan, daun pandan juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan perbagai keperluan sehari-hari, seperti caping, tas, tikar, tempat barang, dan banyak lagi benda-benda lainnya.
Bambu adalah tumbuhan alam lainnya yang banyak sekali digunakan sebagai bahan peralatan tumah tangga, selain sebagai bahan pembuat gubug dan rumah. Mudahnya menanam bambu, serta umurnya yang tak terlalu panjang untuk bisa diptong, membuat bambu menjadi pilihan sebagai pengganti kayu. Caping, bubu, berbagai bentuk tas, tampah, dinding, dan banyak lagi yang lainnya.
Perkakas dan alat berburu berupa tombak, bubu, panah, dan ada pula tameng dan patung khas Papu yang dipajang di Museum Etnobotani. Ukuran panahnya relatif sangat panjang jika dibandingkan dengan busurnya, yang mungkin membuatnya lebih stabil dan bisa lebih dekat ke sasaran.
Pandangan yang lebih jelas ke roda pemintal benang di sebelah kiri, serta alat tenun bukan mesin yang hingga saat ini masih bisa dijumpai di usaha-usaha kain tenun rumahan di banyak tempat di indonesia.
Ada pula garu dalam ukuran asli di Museum Etnobotani. Garu ini dipakai untuk menandai baris yang akan ditanami padi setelah sawah dibajak. Kebanyakan anak kota mungkin tidak pernah melihat alat ini digunakan di sawah. Koleksi artifak Museum Etnobotani dikumpulkan oleh para peneliti, khususnya dari Lembaga Biologi Nasional (sekarang Puslit Biologi).
Relief di ruang depan dilihat di sisi kirinya, yang memperlihatkan duren yang tengah dibelah, singkong, apel, jagung, ubi, labu, terong, dan ada pula orang tengah menyadap getah karet, sementara seekor kera mengawasi dari atas batang pohon di sisi kiri atas.
Relief yang di sisi kanan memperlihatkan gembala duduk di atas kerbau sambil meniup seruling, semntara perempuan bercaping tengah memetik daun teh. Di depan seorang perempuan berkebaya terdapat buah kelapa, nenas, pisang, dan petai.
Pandangan yang lebih jelas pada koleksi patung ukir suku Asmat di Papua, anak panah yang sangat panjang beserta busurnya, serta beberapa perlengkapan berburu lainnya.
Pandangan lebih dekat ke sejumlah perlengkapan sehari-hari yang dibuat dari bambu. Ada caping, tikar, kukusan, bubu, bakul, hiasan dari akar bambu, dan beberapa lagi yang lainnya.
Pandangan dekat ke beberapa buah perlengkapan yang dibuat dari pohon Sagu. Pohon Sagu juga dikenal dengan nama Rumbia, yang daunnya sering dipakai sebagai penutup atap rumah tradisional. Tepung sagu dihasilkan dari empulur batangnya. Umbut dan buahnya yang menyerupai buah salak juga dimakan orang.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.