Begitu turun dari kendaraan dan menjejakkan kaki di atas lantai beton dermaga TPI Tanjung Pasir, di sebelah kanan dermaga terlihat kapal-kapal tradisional nelayan yang tengah sandar. Kapal-kapal itu terombang-ambing oleh ombak kecil saat menunggu untuk digunakan melaut mencari ikan, atau disewa oleh pejalan untuk memancing atau ke pulau.
Sebuah perahu nelayan menarik perhatian saya, karena bertuliskan "Jujur tulen" di sisi kanan badan kapal tengah sandar di Dermaga TPI Tanjung Pasir. Kata itu mungkin sebuah deklarasi diri, jika bukan dimaksudkan sebagai sebuah sindiran bagi para petinggi negara ini yang banyak tertangkap KPK dan masuk penjara akibat korupsi.
Pemandangan pada jalur utama Dermaga TPI Tanjung Pasir yang ada mobil di atasnya itu dilihat dari ujung lengan sebelah kiri. Di sisi sebelah kanan tempat saya berdiri juga terdapat deretan beberapa buah perahu nelayan yang tengah ditinggalkan pemilik atau pemakainya, karena pemakai perahu kadang hanya membayar sewa kepada pemilik.
Adanya sebuah Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum di pangkal dermaga beton ini bisa merupakan indikasi tentang cukup tingginya permintaan bahan bakar di sekitar tempat ini atau tingginya aktivitas melaut para nelayan. Namun jika tidak diawasi, perdagangan dan penyelundupan BBM bersubsidi bisa pula dengan mudah terjadi di tempat ini.
Beberapa saat sebelum meninggalkan dermaga, perahu yang ditumpangi satu keluarga kecil terlihat merapat ke dermaga. Rupanya mereka baru saja membuang abu jenazah kerabat yang baru saja dikremasi ke tengah laut.
Meski terlihat sederhana, diperlukan keahlian dan pengalaman untuk membuat perahu seperti ini. Ketika sedang berada di dermaga, sebuah perahu nelayan dengan Bendera Merah Putih yang telah robek separuh baru saja sandar, dikerubungi beberapa anak muda tanggung. Seorang pria beberapa kali menawarkan perahunya untuk disewa menyeberang ke Pulau Untung Jawa yang jarak tempuhnya sekitar 2 jam, namun saya tolak.
Label:
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.