Masjid Agung Banten berada di wilayah yang disebut Banten Lama, Serang, Provinsi Banten. Ini merupakan kunjungan saya yang pertama kali ke daerah Banten Lama. Setelah dari Pantai Karang Bolong, saya mencoba menemukan tempat menarik di Cilegon. Namun karena tidak memperoleh keterangan memuaskan, kami pun meninggalkan Cilegon untuk kembali ke Jakarta.
Namun setelah beberapa menit berada di jalan tol, saya melihat tanda keluar ke arah Banten Lama. Karena nama yang menarik itu, tanpa berpikir panjang segera saya meminta Pak Dayat untuk mengambil arah keluar di pintu tol itu. Jadi kunjungan ke Masjid Agung Banten di Banten Lama ini di luar rencana. Sesudah meninggalkan tol, sesuai arahan penjaga pintu tol, kami berbelok ke kanan pada pertigaan setelah keluar tol, dan sejauh beberapa kilometer mengikuti jalan itu kami lalu berbelok lagi ke kanan mengikuti tanda ke arah Banten Lama. Jalannya agak sempit, dengan pemandangan sawah di kiri kanan yang padinya tengah menguning bunting tua siap dipanen.
Beberapa saat kemudian kami tiba di deretan toko pada sebuah area luas, yang ternyata merupakan tempat parkir bus bagi para peziarah yang akan pergi ke kompleks makam yang ada di area Masjid Agung Banten. Melewati lorong-lorong, akhirnya saya sampai di Masjid Agung Banten yang dibuat pertama kali oleh Sultan Maulana Hasannuddin (1478-1570), raja Banten pertama anak sulung Sunan Gunung Jati, Cirebon.
Untuk melihat penampakan Masjid Agung Banten dari arah depan, saya yang datang dari arah belakang harus masuk terlebih dulu ke dalam ruangan utama masjid dan baru kemudian keluar ke halaman depan. Di bagian depan itu ada menara masjid yang tinggi dan bentuknya mirip mercu suar.
Menara masjid yang terbuat dari batu bata itu tingginya sekitar 24 meter dengan diameter bawah 10 meter. Dek pandang di bagian atas menara bisa dicapai dengan menapaki 83 buah anak tangga yang hanya pas untuk dilewati satu orang. Dari atas menara itu pengunjung bisa melihat pantai utara Laut Jawa yang berjarak sekitar 1,5 km.
Menara Masjid Banten dirancang oleh Hendick Lucasz Cardeel, arsitek ketiga Masjid Agung Banten yang juga membuat Benteng Speelwijk. Itu artinya menara masjid dibuat belakangan atau di masa pemerintahan Sultan Banten Abu Nasr Abdul Qohhar, karena pada saat itulah Benteng Speelwijk dibangun.
Bagian dalam Masjid Agung Banten berhias pilar-pilar kayu jati penyangga masjid dengan umpak seperti bokor atau labu yang terbuat dari batu andesit. Lampu-lampu antik terlihat bergelantungan di beberapa bagian yang tampaknya akan terlihat indah jika dinyalakan pada malam hari.
Penerangan di dalam masjid terasa agak kurang mencukupi, karena terutama bersumber dari bagian belakang dan sedikit dari bagian atas. Adanya dua serambi di bagian depan membatasi masuknya cahaya dari arah itu, sementara di kiri kanan adalah dinding beton yang tinggi.
Jika saja ada genteng kaca di beberapa bagian langit-langit tentu akan sangat membantu pencahayaan ruang utama masjid ini. Mimbar kayu jati dengan tujuh undakan untuk mencapai bagian tempat khotib berkhotbah terlihat berada di sebelah kanan ruang imam di bagian mihrab. Dua buah jam lemari yang biasanya diletakkan merapa pada dinding mihrab, di masjid ini diletakkan di depan pilar. Karpet merah bergaris penanda shaf menutupi seluruh lantai masjid.
Saya sempat masuk ke dalam ruangan dimana terdapat banyak peziarah tengah berdoa menghadap sebuah pintu makam yang tertutup. Mungkin ruang makam sangat terbatas, atau hanya dibuka pada untuk orang-orang tertentu, sehingga pengunjung hanya bisa berziarah dari luar pintu makamnya saja. Di kompleks Masjid Agung Banten ini memang terdapat pemakaman sultan-sultan Banten dan keluarganya, diantaranya adalah makam Sultan Maulana Hasanuddin dan istri, makam Sultan Ageng Tirtayasa, dan makam Sultan Abu Nasir Abdul Qohhar.
Di sisi utara serambi selatan masjid juga terdapat makam Sultan Maulana Muhammad dan Sultan Zainul Abidin. Di sisi selatan Masjid Agung Banten terdapat paviliun tambahan berlantai dua berbentuk segi panjang bernama Tiyamah. Bangunan ini juga dirancang oleh Hendick Lucasz Cardeel sehingga memiliki gaya arsitektur dari jaman kolonial. Bangunan ini sekarang dipakai sebagai tempat untuk menyimpan benda pusaka peninggalan Kesultanan Banten.
Arsitek pertama Masjid Agung Banten adalah Raden Sepat dari Kerajaan Majapahit, yang juga ikut dalam pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Sedangkan arsitek kedua adalah Tjek Ban Tjut yang memberi bentuk atap masjid bersusun lima seperti pagoda Tionghoa.
Tjek Ban Tjut mendapat gelar Pangeran Adiguna atas jasanya dalam pembangunan masjid. Masjid Agung Banten memiliki enam buah pintu masuk, yang merupakan simbol rukun iman. Pintunya dibuat rendah sehingga pengunjung mau tidak mau harus membungkuk atau merangkak untuk melewatinya, sebuah simbol penghormatan. Keseluruhan tiang masjid berjumlah 24 yang melambangkan jumlah jam dalam sehari, dengan empat diantaranya merupakan soko guru.
Jika saja nanti berkunjung lagi ke Masjid Agung Banten, rasanya saya tak akan melewatkan kesempatan untuk naik ke atas menara. Berdiri di atas dek pandang menara tentu merupakan pengalaman yang mengasyikkan karena bisa melihat seluruh wilayah Banten Lama, dan bahkan sampai ke pantai utara Laut Jawa. Pagi hari atau sore mungkin waktu yang terbaik untuk berada di atas sana.
Alamat Masjid Agung Banten berada di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten. Lokasi GPS : -6.0360533, 106.1543226, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Serang, Tempat Wisata di Serang, Peta Wisata Serang.
Label:
Banten,
Banten Lama,
Masjid,
Serang,
Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.