Selepas makan siang kami singgah ke kelenteng ini, tentunya bukan untuk bersembahyang namun untuk melihat apa saja benda menarik yang ada di sana. Benda itu biasanya berupa hiolo beraneka bentuk dari bahan pembuat yang bermacam-macam, patung para dewa, ukiran kayu, dan lukisan kuno. Jika beruntung kadang bisa menemukan kata-kata bijak yang nilai keluhurannya bersifat universal.
Sayangnya banyak kelenteng yang hanya memajang tulisan dalam aksara Tionghoa yang bahkan mungkin tidak bisa dibaca oleh orang keturunan Tionghoa sendiri. Jarak dari lokasi Kelenteng Hok Tik Bio Kudus ke Museum Kretek adalah sekitar 2,5 km arah ke selatan, atau 4,6 km dari Masjid Menara Kudus, juga arah ke selatan. Jarak yang sedang saja, tak terlalu dekat, tak pula jauh.
Tampak muka bangunan Kelenteng Hok Tik Bio Kudus memperlihatkan pilar-pilar khas bangunan Tiongkok di bagian depan, dengan dua baris huruf Tionghoa menempel di sana. Sepasang singa penjaga (ciok say) yang dicat warna-warna tampak diletakkan di depan pintu. Singa jantan di sebelah kiri memegang bola, dan singa betina di sebelah kanan menimang anak. Lampion dan hiolo Thian tampak di dekat pintu masuk.
Tidak sebagaimana kelenteng umumnya, atap Hok Tik Bio Kudus ini terlihat sangat biasa. Tidak berupa atap pelana, dan tidak ada hiasan arca sepasang naga berebut mustika, atau pun arca burung Hong / Phoenix. Jika tak ada pilar dan lampion di bagian depan, bangunan kelenteng akan terlihat seperti rumah penduduk biasa.
Naga berebut mustika, yang belakangan saya lihat pada kawat lubang hawa, melambangkan manusia yang sedang mengejar ilmu sejati yang digambarkan sebagai mustika. Dalam ajaran Buddha disebutkan bahwa orang yang menemukan pengetahuan sejati atau inti sari kehidupan diri maka ia akan menemukan kehidupan. Karena kehidupan di dunia tidak ada yang sejati, maka ilmu sejati baru diperoleh setelah orang meninggal.
Di altar utama diletakkan rupang tuan rumah kelenteng, yaitu Hok Tek Cing Sin atau Hok Tek Ceng Sin. Minuman mineral yang diletakkan di sana mungkin dimaksudkan untuk menyerap berkah Dewa Bumi sebelum dibawa pulang dan diminum atau dicipratkan ke benda atau dagangan agar membawa keberuntungan. Hiolo dan batang bambu berisi ramalan ciamsi diletakkan di sebelah bawahnya.
Altar sembahyang untuk Dewa Bumi ini terlihat cukup sederhana yang mungkin bisa menjadi indikasi kekuatan finansial kelenteng yang berasal dari sumbangan umatnya. Entah karena lokasi kelenteng yang mungkin agak jauh dari pusat bisnis pecinan atau pasar, atau karena jumlah umat yang datang ke kelenteng untuk bersembahyang tidak begitu banyak.
Seperti umumnya kelenteng, altar Dewi Kwan Im dengan sejumlah rupang berbagai ukuran bisa dijumpai juga di Kelenteng Hok Tik Bio Kudus. Satu yang terbesar diletakkan di bagian luar. Meski altar sembahyangnya sederhana, namun patung-patungnya cukup baik dan indah. Jika saja keramik pada tembok di belakang altar diganti, serta setiap altar utama dibuat rumah-rumahan, maka Kelenteng Hok Tik Bio ini akan terlihat jauh lebih elok.
Pengurus kelenteng yang panjang akal tentu tak hanya bergantung pada sumber dana lokal untuk memperbaiki tampilan dan isi kelenteng, namun juga mencari sumber dana dari kota lain, terutama para tokoh Tionghoa kaya di Surabaya dan Jakarta. Mungkin juga ada agen atau semacam makelar yang menjual jasa untuk pengumpulan dana bagi renovasi kelenteng.
Sekitar 850 meter dari kelenteng ke arah utara terdapat brak PT Djarum Kudus yang berukuran cukup besar. Brak adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut tempat dimana karyawan mengerjakan pelintingan rokok kretek. Pada tahun 2014 pabrik rokok ini mempekerjakan lebih dari 65.000 buruh rokok yang tersebar di sejumlah lokasi di kota ini. Pemilik pabrik rokok itu mestinya bisa menjadi salah satu sumber dana.
Sejarah Hok Tik Bio ini disusun oleh sesepuh kelenteng yang bernama Tee Song Liang dan dipajang di sana. Altar lainnya yang ada di dalam kelenteng adalah altar sembahyang bagi Kwan Tee Koen (Kwan Kong), Kwik Sing Ong, dan Chiauw Koen Kong. Ini adalah kelenteng Tri Dharma sehingga tentunya ada altar sembahyang bagi penganut agama Konghucu, Tao, dan Buddha Mahayana.
Pandangan dari pojok pada deret altar memperlihatkan ada rupang (patung) para dewa di atasnya. Di sebelah kiri tengah adalah altar Hok Tek Ceng Sin, dan pada kolong di bawahnya adalah altar Panglima Harimau, pengawalnya yang setia. Sedangkan di ujung sana adalah altar sembahyang bagi Kwan Im Po Sat, sang Dewi Welas Asih.
Kelenteng Hok Tik Bio didirikan pada 1741 oleh pelarian dari Batavia yang lolos dari pembantaian massal yang dilakukan oleh VOC terhadap kaum keturunan Tionghoa, di lapangan yang kini berada di depan Museum Fatahillah Jakarta. Karena kekejamannya itu, Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier (memerintah 1737-1741) kemudian digantikan oleh Johannes Thedens (1741-1743).
Para Tionghoa pelarian itu meloloskan diri melalui laut dan mendarat di Cirebon, Tegal, Semarang, Kudus, Juwana, Rembang, Lasem, hingga ke daerah Jawa Timur. Di Kudus, serombongan orang Tionghoa menyusur kanal Semarang (kali di tepi jalan Semarang - Tanggulangin) dari cabang Tanggulangin ke Utara hingga tiba di Dusun Bogo dan lalu menetap di sana. Selain harta benda, mereka juga membawa arca Hok Tek Ceng Sin, dan dengan modal itu mereka membangun Kelenteng Hok Tik Bio di Dusun Bogo.
Setelah pemerintah kolonial Belanda membangun jalan darat dari Kudus ke Purwodadi, pada tahun 1782 orang-orang Tionghoa yang tinggal di Dusun Bogo pindah ke tepi jalan. Mereka juga memindahkan kelenteng yang dulu dibuat dari kayu jati dengan cara dipanggul berama-ramai secara utuh dan diletakkan di tempatnya yang sekarang ini. Secara Hong Sui konon letaknya bagus karena menghadap ke jalan lurus dan terbuka.
Diantara Hari Raya Para Sin Bing (dewa atau arwah orang suci) yang diperingati di Kelenteng Hok Tik Bio Kudus ini adalah Ulang Tahun Bie Lek Hud pada tanggal 1 bulan 1 (Cia Gwee) penanggalan lunar Tionghoa. Pada bulan 2 (Ji Gwee) ada perayaan ulang tahun Hok Tek Ceng Sin tanggal 2, dan hari lahir Kwan She Im Poo Sat tanggal 19. Daftar hari raya selama setahun terpampang pada dinding kelenteng.
Kelenteng Hok Tik Bio Kudus
Alamat : Jl. Tanjung Karang No. 104, Kudus. Telp 0291 435568. Lokasi GPS : -6.8477901, 110.8338252, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Label: Jawa Tengah, Kelenteng, Kudus, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.