November 15, 2019

Masjid Menara Kudus

Hari masih pagi ketika kami turun dari kendaraan di Jalan Menara yang sibuk dan tak begitu lebar tepat di depan Masjid Menara Kudus, masjid tua bersejarah warisan Sunan Kudus yang dibangun pada 1549 M. Langit biru bersih, namun matahari tak bebas menyengat karena ada bangunan di sepanjang jalan, serta adanya gapura dan menara masjid.

Segala kendaraan dan manusia tua muda lalu lalang di depan Masjid Menara Kudus, sebagian masuk ke makam, sebagian lagi ke serambi masjid. Tak mudah untuk mengambil foto tanpa terganggu. Adanya pertigaan di dekat masjid juga menyumbang pada ruwetnya jalan. Jika dibuat searah tentu akan elok, palagi jika ditutup sama sekali untuk semua kendaraan. Begitu pun, menara dan gapura masjid terlihat sangat mengesankan.

Dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya peziarah yang datang, serta semakin banyak pula pendudul kota yang lalu lalang di jalan ini, cepat atau lambat akses di depan Masjid Menara Kudus akan ditutup bagi kendaraan jenis apa pun. Pada saat itu diperlukan area parkir luas yang lokasinya tak begitu jauh agar para pengunjung masih nyaman untuk berjalan kaki menuju ke masjid.

masjid menara kudus

Tampak atas menara bergaya khas Jawa Hindu yang memberi nama pada Masjid Menara Kudus. Landas menara yang berukuran 10x10 m tingginya hampir tiga kali tinggi orang dewasa. Menara yang menjulang 18 meter ini terbuat dari bata merah bakar yang disusun rapi tanpa rekat semen.

Jam pada puncak menara pada saat itu menunjuk pada angka 9:05, lebih lambat dari angka 9:29 yang tercatat pada file rekam foto yang mestinya lebih akurat angkanya. Deret piring porselen biru ada pada pinggang bawah menara, diselang hiasan bergerigi. Jumlah piring biru ada 20 buah, dihias lukisan orang, pohon kurma, masjid, dan unta.

Ada 12 lagi porselen merah putih dengan lukisan bunga yang cukup elok. Di menara ini ada sebuah candrasengkala yang berbunyi Gapura Rusak Ewahing Jagad, atau sama dengan 1609 Saka / 1685 M, sebagai petunjuk tahun berdirinya menara. Di belakang kanan menara tampak atap tajug bangunan utama masjid, dengan mustaka perak berdiri di puncaknya.

Inilah Islam Nusantara yang merawat budaya yang telah mengakar kuat selama berabad-abad. Ciri budaya Jawa lainnya ada pada delapan soko guru penopang atap limasan tumpang yang terbuat dari kayu jati elok bersegi delapan, demikian juga umpaknya. Pancuran wudhu yang di atasnya ada arca juga ada delapan, mengadopsi Asta Sanghika Marga (Delapan Jalan Kebenaran) dalam ajaran agama Budha. Sedangkan pintu masuk utama ada lima, pintu samping kiri kanan juga lima, yang tampaknya melambangkan rukun Islam.

masjid menara kudus

Bangunan masjid di bagian depan letaknya bersebelahan dengan menara, dengan arsitektur timur tengah dengan kubah pada puncak dan menaranya, kontras dengan bangunan aslinya sehingga terkesan menempel. Tak jelas kapan bangunan ini dibuat, mungkin saat renovasi sekitar 1918-an.

Nama resmi Masjid Menara Kudus adalah Masjid Al Aqsa Manarat Qudus, atau sering juga disebut sebagai Masjid Al Manar. Setelah mengambil air wudhu pada kran yang sebelumnya hanya berupa kolam, sebagaimana lazim dijumpai pada masjid sebelum tahun 60-an, kami memasuki masjid lewat teras bagian samping.

Ketika itu ada cukup banyak orang yang tengah duduk atau berbaring di lantai tegel dingin kelabu bergaris merah marun sebagai pembatas shaf di dalam masjid. Yang menarik adalah di serambi masjid tampak ada dua gapura paduraksa yang dikenal sebagai Lawang Kembar. Sebuah pemandangan yang sangat unik dan patut diapresiasi.

Pandangan di dalam ruang utama Masjid Menara Kudus sempat saya ambil fotonya dari sudut yang mengarah pada mihrab. Ada empat jendela kayu setinggi pintu, dengan relung lengkung ruang imam di tengah, dan ada lagi ruang lengkung simetris di kiri kanan dengan undakan menuju mimbar tempat khatib berkhotbah. Pada foto itu terlihat ada bendera di sisi kanan, sedang di bendera di sisi kiri tak terlihat pada foto.

Pemandangan luar biasa saya temui ketika memasuki ruang utama Masjid Menara Kudus, yaitu adanya gapura paduraksa di dalamnya. Jika di luar masjid masih biasa, meski akan tetap terlihat asik, namun ini ada di dalam ruang utama! Boleh jadi ini disebabkan adanya perluasan pada ruangan masjid sehingga gapura itu bergeser masuk ke dalam.

Bagaimana pun ini bukti salah satu wujud pendekatan budaya Sunan Kudus dan sejumlah wali pada saat berusaha mengislamkan penduduk di Pulau Jawa waktu itu. Dalam budaya Hindu Jawa, gapura paduraksa dibuat untuk memisahkan jaba tengah atau bagian tengah dengan jaba jero atau bagian dalam yang sakral, tempat umat menyembah penguasa semesta.

Pada mihrab relung imam terlihat batu prasasti berukuran 46x30 cm dengan inskripsi Arab yang memberi petunjuk tahun didirikannya Masjid Menara Kudus pada 956 H. Peletakan batu pertama konon memakai batu dari Baitul Maqdis Palestina, karenanya disebut Masjid Al Aqsha. Warna karpet dan tiang serta pintu masjid terlihat serasi. Jika saja plafon diganti dengan susunan kayu plitur tentu akan jauh lebih elok.

Entah mengapa saya tidak memotret kentongan dan bedug, namun ada foto yang memperlihatkan dua buah kentongan di puncak menara di bawah atap tajug. Bangunan yang telah ditetapkan menjadi benda cagar budaya ini merupakan masjid tradisional terunik dan mengesankan yang pernah saya kunjungi, selain Masjid Agung Banten, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid Agung Demak, Masjid Agung Keraton Surakarta, dan Masjid Agung Al-Falah Kyai Mojo.


Masjid Menara Kudus

Alamat : Desa Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Lokasi GPS : -6.8041882,110.832881, Waze. Infor Wisata Kudus: Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.
Label: Jawa Tengah, Kudus, Masjid, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.

aroengbinang, seorang penyusur jalan.
Traktir BA secangkir kopi? Scan via 'Bayar' GoPay.