Masjid Sunan Giri Gresik terletak hanya beberapa langkah di sebelah Makam Sunan Giri, melewati lintasan di samping tanah terbuka yang di atasnya terdapat makam-makam lawas. Di ujung lintasan ini terdapat sebuah lorong yang di kiri kanannya terdapat kios-kios yang menjajakan perlengkapan ibadah, cindera mata, dan barang-barang lainnya.
Masjid Sunan Giri didirikan pada 1544 atas prakarsa Nyi Ageng Kabunan (cucu Sunan Giri), lantaran setelah Sunan Giri meninggal pada 1506 banyak para peziarah berdatangan ke Makam Sunan Giri, dan para pengikutnya pun berpindah tempat dan tinggal di sekitar Bukit Giri, agar lebih dekat ke makam Sang Sunan.
Mengunjungi makam dan Masjid Sunan Giri seolah belajar pada kearifan masa lalu. Masa dimana pengislaman tidak harus menjauhkan dan memisahkan orang dari akar budayanya, karena apalah arti suatu suku atau bangsa yang telah kehilangan jati dirinya karena telah mengadopsi mentah-mentah budaya bangsa lain, yang tidak selalu identik dengan budaya Islam.
Gerbang masuk ke dalam area Masjid Sunan Giri berupa gapura paduraksa yang mengingatkan pada bentuk meru atau gunungan, suatu hal yang patut diapresiasi karena masih menyerap menyerap busaya Jawa dalam membangun kompleks masjid ini. Atap masjid juga berbentuk limasan atau tumpang susun tiga, suatu bentuk atap yang menjadi tradisi masjid di Jawa dan beberapa daerah lain di Nusantara.
Di sekitar area masjid ada kios-kios yang dikelola oleh Paguyuban Pedagang Lorong Masjid Sunan Giri. Semakin siang, semakin ramai peziarah yang berkunjung ke makam dan Masjid Sunan Giri ini, dan lorong ini pun bisa disesaki oleh para peziarah yang berlalu lalang keluar masuk masjid, sebelum atau sesudah berziarah ke makam sang wali.
Serambi Masjid Sunan Giri yang dipisahkan dengan ruang utama masjid oleh dinding berjendela kisi dan gerbang-gerbang masuk berukuran kecil berbentuk gapura paduraksa. Gerbang itu terlihat sangat anggun dengan ornamen elok di bagian atasnya, serta kaligrafi berwarna keemasan yang tersusun sangat rapi di atas dasar hijau pupus yang indah.
Ruang terbuka di halaman Masjid Sunan Giri dikelilingi oleh bangunan utama masjid dan bangunan tambahan yang terkesan modern dan agak kurang pas dengan arsitektur bangunan aslinya. Untuk masuk ke dalam serambi Masjid Sunan Giri, atau naik melalui tangga ke lantai dua, pengunjung harus melewati kolam dangkal berisi air bersih untuk membersihkan telapak kaki.
Pilar-pilar kayu bergerigi penyangga atap bangunan Masjid Sunan Giri yang berwarna kehijauan dengan dasar bulat berwarna keemasan. Pilar-pilar kayu semacam ini juga dijumpai di Masjid Agung Banten Lama di Serang dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon.
Susunan lampu penerang di bagian tengah masjid yang tidak teralu ramai dikelilingi oleh tiang-tiang penyangga. Arsitektur masjid-masjid kuno semacam ini semoga bisa dikembangkan lagi oleh para arsitek Indonesia masa kini sehingga bisa terlihat lebih anggun, berseni dan agung.
Bagian mihrab Masjid Sunan Giri yang menunjukkan arah kiblat, dengan sebuah jam lonceng berukuran besar serta mimbar Khatib yang ruangannya lebih besar ketimbang ruangan imam. Ini tentu tidak berarti bahwa kedudukan Khatib lebih penting ketimbang imam, namun saya kira ruangan itu diperlukan untuk mengakomodasi mimbar yang terlihat indah dengan ornamen berwarna keemasan.
Pelat-pelat baja nampak digunakan sebagai penguat pilar-pilar kayu Masjid Sunan Giri. Ornamen berwarna keemasan di tiap pertemuan kayu terlihat indah dan serasi dengan warna hijau pupus pilar kayu yang terlihat sangat bersih. Inilah pertama kali saya lihat pilar-pilar yang tidak diplitur dengan warna tradisional namun masih tetap terlihat indah.
Masjid Sunan Giri didirikan pada 1544 atas prakarsa Nyi Ageng Kabunan (cucu Sunan Giri), lantaran setelah Sunan Giri meninggal pada 1506 banyak para peziarah berdatangan ke Makam Sunan Giri, dan para pengikutnya pun berpindah tempat dan tinggal di sekitar Bukit Giri, agar lebih dekat ke makam Sang Sunan.
Mengunjungi makam dan Masjid Sunan Giri seolah belajar pada kearifan masa lalu. Masa dimana pengislaman tidak harus menjauhkan dan memisahkan orang dari akar budayanya, karena apalah arti suatu suku atau bangsa yang telah kehilangan jati dirinya karena telah mengadopsi mentah-mentah budaya bangsa lain, yang tidak selalu identik dengan budaya Islam.
Gerbang masuk ke dalam area Masjid Sunan Giri berupa gapura paduraksa yang mengingatkan pada bentuk meru atau gunungan, suatu hal yang patut diapresiasi karena masih menyerap menyerap busaya Jawa dalam membangun kompleks masjid ini. Atap masjid juga berbentuk limasan atau tumpang susun tiga, suatu bentuk atap yang menjadi tradisi masjid di Jawa dan beberapa daerah lain di Nusantara.
Di sekitar area masjid ada kios-kios yang dikelola oleh Paguyuban Pedagang Lorong Masjid Sunan Giri. Semakin siang, semakin ramai peziarah yang berkunjung ke makam dan Masjid Sunan Giri ini, dan lorong ini pun bisa disesaki oleh para peziarah yang berlalu lalang keluar masuk masjid, sebelum atau sesudah berziarah ke makam sang wali.
Serambi Masjid Sunan Giri yang dipisahkan dengan ruang utama masjid oleh dinding berjendela kisi dan gerbang-gerbang masuk berukuran kecil berbentuk gapura paduraksa. Gerbang itu terlihat sangat anggun dengan ornamen elok di bagian atasnya, serta kaligrafi berwarna keemasan yang tersusun sangat rapi di atas dasar hijau pupus yang indah.
Ruang terbuka di halaman Masjid Sunan Giri dikelilingi oleh bangunan utama masjid dan bangunan tambahan yang terkesan modern dan agak kurang pas dengan arsitektur bangunan aslinya. Untuk masuk ke dalam serambi Masjid Sunan Giri, atau naik melalui tangga ke lantai dua, pengunjung harus melewati kolam dangkal berisi air bersih untuk membersihkan telapak kaki.
Pilar-pilar kayu bergerigi penyangga atap bangunan Masjid Sunan Giri yang berwarna kehijauan dengan dasar bulat berwarna keemasan. Pilar-pilar kayu semacam ini juga dijumpai di Masjid Agung Banten Lama di Serang dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon.
Susunan lampu penerang di bagian tengah masjid yang tidak teralu ramai dikelilingi oleh tiang-tiang penyangga. Arsitektur masjid-masjid kuno semacam ini semoga bisa dikembangkan lagi oleh para arsitek Indonesia masa kini sehingga bisa terlihat lebih anggun, berseni dan agung.
Bagian mihrab Masjid Sunan Giri yang menunjukkan arah kiblat, dengan sebuah jam lonceng berukuran besar serta mimbar Khatib yang ruangannya lebih besar ketimbang ruangan imam. Ini tentu tidak berarti bahwa kedudukan Khatib lebih penting ketimbang imam, namun saya kira ruangan itu diperlukan untuk mengakomodasi mimbar yang terlihat indah dengan ornamen berwarna keemasan.
Pelat-pelat baja nampak digunakan sebagai penguat pilar-pilar kayu Masjid Sunan Giri. Ornamen berwarna keemasan di tiap pertemuan kayu terlihat indah dan serasi dengan warna hijau pupus pilar kayu yang terlihat sangat bersih. Inilah pertama kali saya lihat pilar-pilar yang tidak diplitur dengan warna tradisional namun masih tetap terlihat indah.
Masjid Sunan Giri Gresik
Alamat : Bukit Giri, Kebomas, Gresik, Jawa Timur. Lokasi GPS : -7.1691319, 112.6316857, Waze. Rujukan : Hotel di Gresik, Peta Wisata Gresik, Tempat Wisata di Gresik.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.