Tampaknya satuan Kostrad setempat sedang mengadakan acara pertemuan dengan memesan menu nasi pecel Ambarawa. Beruntung supir mobil sewaan bisa mendapatkan info mengenai tempat makan alternatif yang lokasinya tidak begitu jauh dari Museum Palagan Ambarawa. Dengan gaya lesehan inilah menu makan pagi khas setempat yang bisa memuaskan dengan baik selera makan saya yang sederhana.
Selesai dengan urusan perut, kami melanjutkan perjalanan ke Museum Palagan Ambarawa yang terletak di satu tempat di tengah Kota Ambarawa yang berada sekitar 35 km dari Semarang menuju ke arah Selatan. Setelah membayar tiket museum yang cukup murah, saya diantar oleh salah satu petugas masuk ke dalam Museum Palagan Ambarawa yang tidak begitu besar itu.
Sebuah patung Letkol Isdiman serta tulisan pada dinding tembok yang terlihat setelah melewati pintu masuk Museum Palagan Ambarawa. Tulisan berisi kata-kata Presiden Soeharto yang ditoreh pada 15 Desember 1974 itu berbunyi "Kemenangan di Palagan Ambawarwa menuntut Kita Memenangkan di Palagan Pembangunan"
Palagan Ambarawa adalah peristiwa pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat Indonesia (sekarang TNI) bersama pejuang kemerdekaan Indonesia di satu sisi, melawan Tentara Sekutu, NICA dan tentara kolonial Belanda di sisi yang lain. Pertempuran terjadi antara bulan Oktober dan 25 Desember 1945.
Pada saat Palagan Ambarawa, Letnan Kolonel Isdiman adalah Komandan Resimen 16/II Purwokerto. Ia terbunuh pada pertempuran tanggal 26 November, 1945. Isdiman disebut merupakan salah satu komandan terbaik yang dimiliki oleh Kolonel Sudirman, yang membuat Soedirman harus memimpin sendiri pertempuran di Ambarawa itu.
Museum Palagan Ambarawa memiliki sejumlah koleksi senjata ringan hingga sedang yang pernah digunakan pada saat pertempuran melawan tentara sekutu atau Palagan Ambarawa. Senjata berat di sebelah kiri sepertinya adalah apa yang disebut senapan mesin atau mitraliur, senapan yang bisa memuntahkan peluru secara beruntun dalam waktu yang sangat singkat.
Sedangkan senjata yang ada di sebelah kanan sepertinya adalah senapan antipesawat terbang dengan lingkaran sasaran tembak pada moncongnya, digunakan untuk menghantam pesawat tempur musuh yang terbang rendah. Jika bukan berasal dari rampasan tentara Jepang, persenjataan yang ada di museum ini berasal dari pihak tentara sekutu dan pasukan kolonial Belanda.
Koleksi Museum Palagan Ambarawa Semarang lainnya berupa sebuah ranjau darat yang masih ada kunci pengamannya, dan dua buah bom molotov berupa botol gelas cukup tebal diisi dengan bensin dicampur karet yang digunakan pada Palagan Ambarawa untuk membakar tank musuh. Meski bukan senjata canggih namun terbukti cukup ampuh untuk melumpuhkan tank musuh.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi jalannya sebuah pertempuran, selain kelengkapan dan kecanggihan senjata yang digunakan, meski secara umum kualita dan jumlah pasukan serta kecanggihan persenjataan yang digunakan merupakan faktor yang paling dominan. Strategi dan taktik pertempuran yang dirancang dengan sangat baik juga bisa sangat menentukan.
Ada sejumlah koleksi senapan mesin lainnya yang ada di Museum Palagan Ambarawa Semarang, dengan latar belakang lukisan besar yang menggambarkan jalannya pertempuran dahsyat yang kemudian dikenal dengan sebutan Palagan Ambarawa itu. Foto hitam putih tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam pertempuran Ambarawa bisa dilihat di museum ini.
Mereka yang selamat dari pertempuran dahsyat itu banyak yang kemudian ditunjuk untuk menduduki beberapa posisi penting baik di dalam kesatuan militer maupun di institusi pemerintah, dan menjadi nama terkenal yang sering beredar di koran dan berita televisi. Diantara mereka itu adalah Kolonel GPH Jati Kusumo, Komandan Divisi IV, yang memainkan peran penting dalam pengepungan dan pengejaran tentara Sekutu.
Lalu ada foto Kolonel Soedirman (1916-1950), Kepala Divisi-V, dan sebagai Panglima TKR dalam pertempuran Ambarawa. Ia kemudian menjadi jenderal pertama dan termuda, serta Panglima pertama Tentara Indonesia. Soedirman hampir menjadi legenda dan pahlawan yang paling dihormati serta dianugerahi bintang-5 Jenderal Besar pertama dalam masa pemerintahan Soeharto.
Selanjutnya Letnan Kolonel Gatot Soebroto sebagai komandan Divisi-V TKR. Ia aktif melakukan pengejaran tentara Sekutu dari Magelang. Banyak perintah yang ia keluarkan berkaitan dengan pengaturan strategi perang pada saat itu. Jenderal Gatot Soebroto dikukuhkan sebagai pahlawan nasional setelah kematiannya yang mendadak di tahun 1962. Patung Jenderal Gatot Soebroto yang sedang mengendarai kuda terbuat dari perunggu didirikan di Purwokerto, kota kelahirannya.
Lalu Kapten Surono yang berada dibawah komando kesatuan militer Letnan Kolonel Gatot Subroto selama pertempuran Ambarawa. Surono menggantikan Suryo Sumpeno, yang merupakan pengikut setia Soekarno, untuk menjadi Panglima Kodam Diponegoro dibawah pemerintahan Soeharto. Ia adalah salah satu tokoh penting selama masa pemerintahan Soeharto.
Kemudian ada Kapten Sarwo Edhie Wibowo, Komandan Kompi Infanteri Batalion A. Yani, juga aktif dalam pertempuran Ambarawa. Ia adalah Komandan RPKAD (sekarang Kopassus) pada tahun 1965 yang meghancurkan para pejuang dan pengikut komunis di Jawa Tengah dan kota-kota lainnya.
Setelah mengunjungi Museum Palagan Ambarawa Semarang, mungkin orang memiliki pengetahuan lebih baik tentang peta politik dan militer selama masa pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Meski Museum Palagan Ambarawa ini agak kecil, ia mengingatkan tentang kepahlawanan dan pengorbanan yang dilakukan para pejuang selama periode kritis perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Museum Palagan Ambarawa
Alamat : Berada di tepi Jalan utama Semarang-Yogyakarta, Kota Ambarawa. Lokasi GPS : -7.255667, 110.406654, Waze. Hotel di Semarang, Tempat Wisata di Semarang, Peta Wisata Semarang.Label: Ambarawa, Jawa Tengah, Museum, Semarang, Wisata
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.