Senja mulai jatuh ketika kami tiba di area yang sunyi dimana terdapat cungkup Makam Sunan Kedu Gribig Kudus. Meski di sisi depan dan kanan ada beberapa rumah penduduk, namun seperti tak ada kehidupan di sana. Semua orang tampaknya sudah masuk ke dalam rumah, atau pergi ke masjid untuk maghriban yang entah dimana tempatnya. Belakangan baru saya ketahui ada masjid yang jaraknya hanya 75 meter dari cungkup makam, arah ke selatan.
Masjid yang dikenal sebagai masjid wali dan diberi nama At-Taqwa itu didirikan sekitar tahun 1599 M oleh Sunan Kedu. Di belakang masjid ada makam Ki Hadiwijoyo, salah satu putera Sunan Kedu, dan dua kerabatnya, serta Batu Kenong dan sebuah belik. Cungkup Makam Sunan Kedu berukuran 6x6 m, dipagari ram-ram besi dengan pilar di setiap sudut dan tengah yang menyangga atap. Bangunannya masih terlihat relatif baru dan rapi.
Pintu cungkup yang terbuat dari kayu jati dengan ukir elok itu dikunci, dan Kasmudi pun pergi untuk mencoba keberuntungan mencari rumah juru kunci. Kabarnya setiap Jumat Kliwon pagi di tempat ini diselenggarakan selamatan dengan sajian ikan lele dan kuthuk (gabus) bakar serta membagikan beberapa batang rokok yang disponsori Djarum, perusahaan rokok terbesar di kota Kudus. Sekitar 400 meter di sebelah selatan makam memang terdapat brak (pabrik pelintingan rokok) Djarum, dengan panjang bangunan tak kurang dari 430 meter. Perusahaan rokok lainnya menyelenggarakan selamatan setiap malam Jumat.
Tampak depan bangunan cungkup Makam Sunan Kedu Gribig Kudus dengan teras selebar sekitar dua meter yang bisa menjadi tempat menunggu atau berbincang para peziarah. Meskipun tak ada tikar tergelar di sana namun lantainya terlihat cukup bersih. Jika pun kotor karena debu, di sana ada sapu yang bisa dipakai peziarah untuk membersihkannya.
Bagian kiri, dan belakang cungkup merupakan tanah kosong, dengan gerumbul bambu cukup rimbun yang membuat suasana agak seram, terutama saat senja mulai jatuh dan lampu mulai menyala. Setelah menunggu sekitar enam menit datanglah Kasmudi dengan seorang pria yang setelah bertegur sapa ia lalu membukakan kunci pintu makam.
Menurut cerita, nama Desa Gribig dimana makam berada berasal dari nama Ki Ageng Gribig yang pada suatu ketika beliau datang bersama Sunan Kedu dan Sunang Ngudung ke wilayah ini untuk berdagang dan berdakwah, dan ketika beristirahat di tempat itu mereka bertiga sepakat memberi nama Gribig sebagai tetenger.
Sunang Ngudung adalah kakak dari Sunan Ampel, sekaligus ayah dari Sunan Kudus. Kakak beradik yang dianggap bagian dari wali songo itu adalah anak dari Maulana Malik Ibrahim. Dalam kisruh perebutan pengaruh antara Majapahit dan Demak, Sunang Ngudung ktewas oleh Raden Kusen atau Adipati Terung, seorang muslim namun setia pada Majapahit.
Ada dua makam berpenutup yang dibalut kain putih di dalam ruangan cungkup, dengan model penutup sama persis. Di bagian pinggir bawah atap cungkup kubur itu terdapat deretan bulatan putih yang berjumbai di keempat sudutnya. Badan kubur pada foto di atas keramiknya berwarna biru laut, sedangkan kubur yang satunya lagi berwarna putih.
Sebuah tulisan menyebutkan bahwa Sunan Kedu pernah kalah adu ayam dengan Sunan Kudus, dan karena tak terima beliau menunjukkan kesaktiannya dengan terbang naik tampah, namun Sunan Kedu kemudian meminta maaf atas perbuatannya itu.
Namun cerita ini kebenarannya diragukan lantaran kecil kemungkinannya kedua sunan itu mau adu ayam. Entah jika itu menjadi kegemaran di masa muda mereka. Justru disebutkan bahwa dalam melakukan dakwahnya, Sunan Kedu sering mendekati masyarakat yang gemar adu ayam untuk menasehati mereka.
Di atas ukir pintu cungkup yang elok terdapat tulisan "Sunan Kedu", dan di atasnya ada tulisan "Syaikh Ngabdul Basyir", gelar sang sunan setelah kembali dari Mekah. Nama kecil beliau adalah Abdul Hakim, lahir di Parakan, Temanggung, dari ayah bernama Abdullah Taqwim. Pada serambi makam terdapat papan berisi informasi kegiatan, sementara jarum jam menunjuk angka 2 jam lebih cepat dari seharusnya.
Badan kubur yang dinding keramiknya lebih rendah adalah kubur isteri Sunan Kedu. Tak ada petunjuk lebih jauh tentang beliau ini, hanya terlihat tumpukan bunga yang telah mengering berderet memanjang di atas kuburnya. Kain penutup makam diganti dengan yang baru setiap setahun sekali dalam acara ritual Buka Luwur yang diselenggarakan setiap tanggal 13 Suro.
Badan kubur Sunan Kedu yang dindingnya sekeramik lebih tinggi dari kubur isterinya. Dua pasang nisan kubur di sebelahnya yang badannya rata dengan lantai adalah kubur kedua puteranya. Di sudut ruangan terdapat tempat membakar dupa yang bekas bakarannya telah mulai menggunung. Di tempat bakaran dupa itu menancap sejumlah batangan hio berwarna merah.
Selain acara tahunan dan mingguan, ada pula doa bulanan yang dilakukan Minggu Legi. Makam Sunan Kedu di Gribig Kudus ini menjadi tengara kegiatan penyebaran agama Islam pada jaman dahulu di wilayah itu. Juga menjadi pengingat pada pendekatan budaya yang sejuk dingin dan merangkul masyarakat yang digunakan oleh para sunan dan wali, bukan dakwah yang mengedepankan kekuatan massa, intimidasi dan kekerasan, yang justru mencoreng keluhuran agama yang mengajarkan kedamaian dan menjadi rahmat bagi seluruh alam ini.
Lokasi Makam Sunan Kedu Gribig Kudus ini berjarak 2,7 km dari Masjid Menara Kudus, arah ke utara, melewati Jl KHR Asnawi, lalu lanjut ke Jl Besito. Satu rumah setelah Puskesmas Gribig belok kiri masuk ke gang Al-Fatihah, dan jika lurus mentok akan sampai ke masjid. Dari masjid tinggal jalan kaki ke arah utara untuk sampai ke makam. Waktu itu kami belok kanan 75 meter sebelum masjid, sehingga tak mengetahui keberadaan masjid.
Masjid yang dikenal sebagai masjid wali dan diberi nama At-Taqwa itu didirikan sekitar tahun 1599 M oleh Sunan Kedu. Di belakang masjid ada makam Ki Hadiwijoyo, salah satu putera Sunan Kedu, dan dua kerabatnya, serta Batu Kenong dan sebuah belik. Cungkup Makam Sunan Kedu berukuran 6x6 m, dipagari ram-ram besi dengan pilar di setiap sudut dan tengah yang menyangga atap. Bangunannya masih terlihat relatif baru dan rapi.
Pintu cungkup yang terbuat dari kayu jati dengan ukir elok itu dikunci, dan Kasmudi pun pergi untuk mencoba keberuntungan mencari rumah juru kunci. Kabarnya setiap Jumat Kliwon pagi di tempat ini diselenggarakan selamatan dengan sajian ikan lele dan kuthuk (gabus) bakar serta membagikan beberapa batang rokok yang disponsori Djarum, perusahaan rokok terbesar di kota Kudus. Sekitar 400 meter di sebelah selatan makam memang terdapat brak (pabrik pelintingan rokok) Djarum, dengan panjang bangunan tak kurang dari 430 meter. Perusahaan rokok lainnya menyelenggarakan selamatan setiap malam Jumat.
Tampak depan bangunan cungkup Makam Sunan Kedu Gribig Kudus dengan teras selebar sekitar dua meter yang bisa menjadi tempat menunggu atau berbincang para peziarah. Meskipun tak ada tikar tergelar di sana namun lantainya terlihat cukup bersih. Jika pun kotor karena debu, di sana ada sapu yang bisa dipakai peziarah untuk membersihkannya.
Bagian kiri, dan belakang cungkup merupakan tanah kosong, dengan gerumbul bambu cukup rimbun yang membuat suasana agak seram, terutama saat senja mulai jatuh dan lampu mulai menyala. Setelah menunggu sekitar enam menit datanglah Kasmudi dengan seorang pria yang setelah bertegur sapa ia lalu membukakan kunci pintu makam.
Menurut cerita, nama Desa Gribig dimana makam berada berasal dari nama Ki Ageng Gribig yang pada suatu ketika beliau datang bersama Sunan Kedu dan Sunang Ngudung ke wilayah ini untuk berdagang dan berdakwah, dan ketika beristirahat di tempat itu mereka bertiga sepakat memberi nama Gribig sebagai tetenger.
Sunang Ngudung adalah kakak dari Sunan Ampel, sekaligus ayah dari Sunan Kudus. Kakak beradik yang dianggap bagian dari wali songo itu adalah anak dari Maulana Malik Ibrahim. Dalam kisruh perebutan pengaruh antara Majapahit dan Demak, Sunang Ngudung ktewas oleh Raden Kusen atau Adipati Terung, seorang muslim namun setia pada Majapahit.
Ada dua makam berpenutup yang dibalut kain putih di dalam ruangan cungkup, dengan model penutup sama persis. Di bagian pinggir bawah atap cungkup kubur itu terdapat deretan bulatan putih yang berjumbai di keempat sudutnya. Badan kubur pada foto di atas keramiknya berwarna biru laut, sedangkan kubur yang satunya lagi berwarna putih.
Sebuah tulisan menyebutkan bahwa Sunan Kedu pernah kalah adu ayam dengan Sunan Kudus, dan karena tak terima beliau menunjukkan kesaktiannya dengan terbang naik tampah, namun Sunan Kedu kemudian meminta maaf atas perbuatannya itu.
Namun cerita ini kebenarannya diragukan lantaran kecil kemungkinannya kedua sunan itu mau adu ayam. Entah jika itu menjadi kegemaran di masa muda mereka. Justru disebutkan bahwa dalam melakukan dakwahnya, Sunan Kedu sering mendekati masyarakat yang gemar adu ayam untuk menasehati mereka.
Di atas ukir pintu cungkup yang elok terdapat tulisan "Sunan Kedu", dan di atasnya ada tulisan "Syaikh Ngabdul Basyir", gelar sang sunan setelah kembali dari Mekah. Nama kecil beliau adalah Abdul Hakim, lahir di Parakan, Temanggung, dari ayah bernama Abdullah Taqwim. Pada serambi makam terdapat papan berisi informasi kegiatan, sementara jarum jam menunjuk angka 2 jam lebih cepat dari seharusnya.
Badan kubur yang dinding keramiknya lebih rendah adalah kubur isteri Sunan Kedu. Tak ada petunjuk lebih jauh tentang beliau ini, hanya terlihat tumpukan bunga yang telah mengering berderet memanjang di atas kuburnya. Kain penutup makam diganti dengan yang baru setiap setahun sekali dalam acara ritual Buka Luwur yang diselenggarakan setiap tanggal 13 Suro.
Badan kubur Sunan Kedu yang dindingnya sekeramik lebih tinggi dari kubur isterinya. Dua pasang nisan kubur di sebelahnya yang badannya rata dengan lantai adalah kubur kedua puteranya. Di sudut ruangan terdapat tempat membakar dupa yang bekas bakarannya telah mulai menggunung. Di tempat bakaran dupa itu menancap sejumlah batangan hio berwarna merah.
Selain acara tahunan dan mingguan, ada pula doa bulanan yang dilakukan Minggu Legi. Makam Sunan Kedu di Gribig Kudus ini menjadi tengara kegiatan penyebaran agama Islam pada jaman dahulu di wilayah itu. Juga menjadi pengingat pada pendekatan budaya yang sejuk dingin dan merangkul masyarakat yang digunakan oleh para sunan dan wali, bukan dakwah yang mengedepankan kekuatan massa, intimidasi dan kekerasan, yang justru mencoreng keluhuran agama yang mengajarkan kedamaian dan menjadi rahmat bagi seluruh alam ini.
Lokasi Makam Sunan Kedu Gribig Kudus ini berjarak 2,7 km dari Masjid Menara Kudus, arah ke utara, melewati Jl KHR Asnawi, lalu lanjut ke Jl Besito. Satu rumah setelah Puskesmas Gribig belok kiri masuk ke gang Al-Fatihah, dan jika lurus mentok akan sampai ke masjid. Dari masjid tinggal jalan kaki ke arah utara untuk sampai ke makam. Waktu itu kami belok kanan 75 meter sebelum masjid, sehingga tak mengetahui keberadaan masjid.
Makam Sunan Kedu Gribig Kudus
Alamat : Desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Lokasi GPS : -6.7854314, 110.830754, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang waktu. Harga tiket masuk gratis, sumbangan diharapkan. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Kudus, Hotel Murah di Kudus, Peta Wisata Kudus, Tempat Wisata di Kudus.Sponsored Link
Sponsored Link
Sponsored Link
Bagikan ke:
Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Email. Print!.