Bebeberapa hari lalu bersama Chandra, seorang karib lama, kami berkunjung ke Situs Cibalay Tenjolaya, sebuah situs megalitikum besar yang sangat mengesankan. Situs Cibalay berada di perbukitan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tepatnya di Desa Cibalay, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Kami bertemu di Cibubur, dan kemudian meluncur bersama di Jalan Tol Jagorawi. Keluar Bogor kami belok kanan di pertigaan Baranangsiang, memutari Kebun Raya Bogor dan belok kanan ke Jl Empang, melewati Pabrik Gong Pancasan, lanjut Jl Raya Ciapus, arah ke Pura Parahyangan Agung Jagatkartta, dan Curug Nangka.
Kami sempat belok ke arah Situs Punden Berundak Cilobak namun batal berkunjung setelah bertemu kuncen lantaran butuh 2 jam jalan kaki sampai ke lokasi. Selewat tanjakan tajam setelah Curug Luhur, terlihat tengara di kiri jalan yang menyebut Situs Arca Domas, Pasir Manggis, Situs Batu Bergores, Punden Endong Kasang, Punden Jami Piciing, dan jarak sejauh 2 km.
Kami pun masuk gang yang hanya cukup satu mobil. Semakin ke dalam semakin menyempit dan akhirnya mobil tidak bisa maju lagi. Beruntung ada kantung jalan untuk mobil memutar, sekaligus tempat parkir. Chandra bertanya arah ke penduduk, dan berdasar informasi itu kami berjalan lurus lalu belok ke kiri menyusuri jalan setapak. Di sebelah kiri terlihat lembah persawahan. Di sebelah kanan dan jauh di depan adalah pegunungan.
Setelah sepuluh menit berjalan kami berpapasan dengan beberapa orang penduduk. Wanita yang di depan menggumam bahwa situsnya agak jauh, namun si pria mengatakan tak jauh lagi, sekitar seperempat jam. Titik hujan mulai turun. Di atas gunung sana kabut hujan sudah terlihat. Namun ada tempat berteduh di sana, kata si pria.
Melanjutkan perjalanan dengan lebih cepat, akhirnya kami melihat undakan yang sudah disemen. Di ujung atas undakan itu terdapat tanah lapang dengan hamparan rumput hijau dimana terdapat situs berisi menhir dan batu megalitikum lainnya. Ada sekitar tujuh menhir, dua berukuran besar, serta dolmen berukuran sedang. Kami melanjutkan perjalanan, menuruni undakan dan sesaat kemudian terlihat gerbang sederhana dengan undakan lagi di belakangnya.
Adanya sepeda motor diparkir di samping gerbang membuat kami lega. Ada manusia. Syukur hujan tetap rintik. Kami dikelilingi gerumbul pepohonan, serta pegunungan tinggi di depan sana, menciptakan suasana alami menyegarkan. Sesaat berikutnya sampailah kami ke Situs Cibalay, dan apa yang terpampang di depan mata membuat saya takjub. Sebuah bukit hijau dengan serakan batu peninggalan zaman purba dalam kondisi sangat baik dan terpelihara.
Agak jauh di sebelah kiri terdapat tengara "Situs Cibalay", lalu tengara "Situs Arca Domas", sedangkan tengara satu lagi terlihat sudah berkarat. Lantaran sebenarnya tidak ada arca di situs ini, oleh sementara kalangan penamaan Situs Arca Domas dianggap tidak tepat.
Jika saya takjub melihat pemandangan di Situs Cibalay, maka karib saya itu belum mafhum bagaimana mungkin serakan batu seperti itu bisa membuat saya menjawab "ya" ketika ia tanya apakah saya "orgasme" melihatnya. Bagaimana saya tidak takjub melihat begitu banyak batu tua serta serta punden berundak yang berasal dari jaman Megalitikum, jaman manusia Indonesia purba yang hidup pada 2500 - 1500 SM. Dan ini di Bogor, hanya beberapa kilometer dari Jakarta.
Melihat sepotong umpak batu Situs Kerto peninggalan Sultan Agung pun saya sudah sangat senang. Kisah di balik batu itulah yang menarik. Bahwa bangsa ini memiliki akar budaya tua, besar, dan kuat, yang tersebar di hampir semua pulau.
Sejumlah tatanan batu mengarah ke puncak bukit di atas sana. Lekukan pada lereng bukit sebelah kanan adalah lintasan yang saya jejaki untuk naik ke puncak bukit. Pengunjung juga bisa lewat sisi kiri bukit, lintasan yang kami lewati saat pulang.
Pemandangan yang tak kalah elok saya lihat di puncak perbukitan Situs Cibalay sesaat setelah saya menjejakkan kaki di sana. Selain lintasan panjang tatanan batu datar pipih dengan menhir di kiri kanannya, ada tatanan batu melingkari area yang terlihat di ujung kanan foto. Lantaran tak ada budaya tulis pada jaman Megalitikum, arkeolog hanya bisa menduga fungsi dari semua peninggalan purba ini.
Wikipedia menyebut bahwa menhir adalah monolith (batu tunggal) yang berdiri tegak di atas tanah, berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM - 2000 SM). Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men = batu dan hir = panjang. Bahasa Keltik adalah bahasa yang digunakan kaum kuno yang bermukim di Wales, Irlandia, Skotlandia, Cornwall, Pulau Man, Bretagne dan beberapa bagian Eropa lainnya.
Konon Bangsa Keltik adalah Cimmerians yg berasal dari Pulau Defrobani, negeri musim panas dan tanah orang-orang Cimmeria. Karena sebutan negeri musim panas itulah Pulau Defrobani diduga merujuk pada Pulau Taprobani, surga dunia tempat turunnya Nabi Adam yang tidak lain adalah Pulau Sumatra (Paparan Sunda), tapak Atlantis yang hilang. Takjub lagi.
Agak ke ujung terdapat tumpukan batu paling besar di puncak Situs Cibalay, dengan menhir berukuran cukup besar di atasnya. Agak aneh juga melihat ada sebuah jerigen plastik warna putih di dekat sebuah menhir. Belakangan saya ketahui bahwa ada orang yang menggunakan tempat ini sebagai tempat tirakat, bukan hanya sehari dua, namun bisa sampai 40 hari menginap di lokasi ini.
Sebuah dolmen, meja batu, berukuran paling besar di Situs Cibalay, berada di ujung area puncak bukit. Beberapa saat kemudian kami bertemu dengan Kusnadi, salah satu dari tiga penjaga Situs Cibalay. Bersamanya kemudian kami melangkah menuju salah satu dari tiga saung yang ada di Situs Cibalay.
Di lereng bukit di sebelah kanan saat itu ada seorang ibu tengah menyapu dedaun kering yang jatuh. Situs ini ada yang merawat. Setapak di sebelah kanan si ibu adalah jalan yang kami lalui ketika pulang. Tiang pagar besi dan kawat berduri yang mengelilingi puncak perbukitan terlihat tak rapi lagi dan telah berkarat. Sudah saatnya diganti dengan pagar kawat baru yang lebih tahan cuaca, mengingat curah hujan yang tinggi di kawasan Gunung Salak ini.
Saung tempat kami duduk berbincang dengan Kusnadi sudah terlihat tua, dan compang-camping. Belakangan bergabung penjaga lain bernama Wahyudin. Sempat melihat Deni, penjaga ketiga. Mereka masih berkerabat. Dua saung lainnya tidak lebih baik kondisinya, nyaris bobrok. Kedua saung itu bertiang kayu kecil, berdinding bambu, dan beratap genting, sedangkan saung tempat kami berbincang beratapkan daun rumbia.
Kusnadi yang tak lulus SD itu sudah hampir 20 tahun merawat Situs Cibalay, ... dan saya baru tahu saja tentang situs ini. Itu pun setelah saya dikirimi foto tengara situs oleh Lita Jonathans lewat BBM, lantaran ia sering melihatnya saat mondar-mandir ke Villa LaLita miliknya.
Masing-masing penjaga bertugas selama tiga hari dalam seminggu, bergilir, sehingga setiap saat selalu ada dua penjaga di Situs Cibalay. Namun jika banyak pengunjung, mereka bisa datang semua ke tempat ini. Kusnadi dan Wahyudin bertutur bahwa penggalian dan penataan situs ini terakhir dilakukan pada 2012 lalu, oleh 8 orang selama sekitar 10 hari di 3 lokasi. Mereka dari Balai Arkeologi Bandung, Serang, dan Pusat Arkeologi, dan selama ekskavasi menginap di saung ini. Penggalian sebelumnya dilakukan oleh mahasiswa Universitas Indonesia pada 1992.
Setidaknya ada tiga lokasi lagi di sekitar Situs Cibalay yang disarankan Kusnadi, namun hanya satu yang sempat saya kunjungi bersama Wahyudin, yaitu Situs Punden Jami Piciing yang saya ceritakan pada tulisan berikutnya.
Dengan akses jalan yang sempit, akan lebih baik jika disediakan lahan parkir mobil di tepian jalan utama, lalu disediakan ojek motor, atau ojek sepeda jika ingin lebih ramah lingkungan. Tak bisa saya bayangkan repotnya jika ada lebih dari tiga mobil berkunjung ke tempat ini dalam waktu yang bersamaan.
Lokasi Situs Cibalay berada di Desa Cibalay, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Lokasi GPS : -6.67139, 106.70989, Waze ( smartphone Android dan iOS ). Jam buka : sepanjang hari. Harga tiket masuk : gratis, sumbangan diharapkan. Hotel di Bogor, Hotel di Bogor Kota, Peta Wisata Bogor, Tempat Wisata di Bogor.
Bagikan ke: WhatsApp, Email. Print!.